Page 202 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 202
192 Di Atas Krisis Sosial-Ekologis Semacam Apa
Megaproyek MP3EI Bekerja?
yang lalu, beliau mengatakan pada dasarnya orang Timor secara moral tidak bisa membiarkan orang lain kelaparan. Seorang
amaf seyogianya memberikan sebidang lahan kepada anggota keluarga yang tidak memiliki lahan agar tidak kelaparan.
Bagi orang lain atau orang luar yang tidak memiliki kerabat dengan klan penguasa lahan pada satu autuf atau suf tertentu,
mereka masih bisa mendapatkan lahan dengan beberapa cara. Cara yang pertama adalah dengan kawin mawin. Pada bebe-
rapa wilayah, seorang menantu laki-laki bisa mendapatkan lahan yang diperoleh oleh mertuanya. Lahan ini bisa diwariskan
karena anak dari sang menantu kemudian menjadi kerabat.
Cara lain adalah dengan bekerja tanpa upah pada satu penguasa wilayah. Lewat proses tertentu, seseorang dapat diijinkan
menggarap lahan tanpa upah pada seorang amaf dan membagi hasil panennya kepada sang amaf. Jika dianggap orang ter-
sebut baik, maka lahan garapan tersebut dapat digunakan seterusnya dan oleh keturunan sang penggarap. Para peng-garap
atau yang disebut juga sebagai amnemat (Messakh et al. 2010) memiliki posisi lebih rendah dalam pengambilan keputusan,
terlebih ketika berhadapan dengan klan penguasa (Ataupah 1995).
Tetapi perolehan tanah lewat cara tradisional ini memungkinkan hubungan antara pemberi lahan dengan penerima lahan
memiliki tali kuasa yang tidak terputus. Berbeda dengan jual beli, penerima lahan tidak bisa sesukanya mengalihkan lahan
kepada orang lain tanpa meminta persetujuan dari amaf atau keturunan amaf dimana penerima lahan atau leluhurnya per-
nah secara tradisional mendapatkan lahan dari klan amaf.
Salah satu contoh faktual yang dapat ditemukan adalah kasus di desa Naip. Autuf di desa Naip berada dibawah penguasa-
an klan Taseseb dan Tefu. Leluhur klan Taseseb dan Tefu berkerabat dan mendapatkan penguasaan lahan lewat proses ka-
win mawin dengan klan Nubatonis yang bersebelahan desa. Saat perusahaan PT. Hamparan Alam Nusantara (PT HAN)
datang membawa IUP dan membujuk klan Taseseb dan Tefu untuk memperbolehkan penambangan mangan di Desa Naip,
Harun Taseseb dan Agus Tefu harus berunding dengan klan Nubatonis yang memiliki hubungan pertalian darah dan juga
sejarah penguasaan lahan. Klan Taseseb dan Tefu tidak bisa secara unilateral mengiyakan atau menolak begitu saja. Mereka
harus meminta pertimbangan klan Nubatonis yang memiliki hubungan historis dengan lahan yang dikuasai oleh Klan
Taseseb dan Tefu. 4
Setelah penjelasan serba pendek mengenai sistem penguasaan lahan orang Timor, studi ini ingin menelusuri dan menjelas-
kan bentuk respon kelompok-kelompok orang Timor terhadap industri tambang di wilayah mereka. Tulisan ini terbagi dua
bentuk respon tersebut. Pertama adalah penolakan dan perlawanan tambang marmer di Mollo pada periode 1996 hingga
tahun 2007, dan juga perlawanan tambang di Desa Oekopa di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Yang kedua, adalah
maraknya tambang mangan artisanal yang bekerja sama dengan para pedagang mangan di seluruh Timor. Untuk bagian ini
saya mengambil kasus Desa Supul, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan juga fenomena serupa di Insana Utara dan Biboki
Utara sebagai pembanding respon orang Timor di Desa Supul.
Perlawanan Tambang Marmer Fatu Nausus
Perlawanan warga Mollo terhadap tambang marmer di bukit batu bernama Fatu Nausus-Anjaf adalah sebuah peristiwa yang
cukup terkenal. Terlebih, setelah Aleta Baun, penggerak perla-wanan mendapatkan Goldman Prize Award 2013 yang
diberikan bagi aktivis akar rumput yang berjuang menegakkan keadilan lingkungan. Perlawanan warga Mollo terhadap
tambang mar-mer merupakan satu keberhasilan dalam advokasi lingkungan dan tanah ulayat yang jarang terjadi dalam