Page 203 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 203
Relasi Kuasa Pertambangan Mangan 193
di Nusa Tenggara Timur
sejarah advokasi tambang di Indonesia. Kisahnya, bisa dianggap
menginspirasi perlawanan terhadap ketidakadilan lingkungan
dan penjarahan sumberdaya alam di Indonesia.
Perlawanan warga Mollo terhadap tambang di Fatu Nausus yang
terletak di Desa Fatukoto tidak bisa dilepaskan dari terbitnya
sejumlah ijin penambangan marmer oleh Gubernur NTT Herman
Musakabe di tahun 1997 di seluruh Timor Barat. Nelson (2003)
mencatat tujuh perusahaan marmer yang dikeluarkan oleh
Gubernur Herman Musakabe dan Gubernur Piet A. Tallo untuk
beroperasi di beberapa wilayah yaitu Kecamtan Mollo Utara, Kec
Pembantu Mollo Utara (sekarang Kecamatan Fatumnasi), Biboki
Selatan, dan Insana. 5
Di Mollo Utara, PT. Soe Indah Marmer mendapatkan ijin
Gambar 3: Aleta Baun.
penambangan batu marmer, dan beroperasi pada bulan Februari Sumber: www.progresivenews.com
1998. Sejak saat itu benih-benih perlawanan dan ketegangan
mulai meninggi. Pada bulan Februari 1998, setelah pengiriman 3000 blok batu marmer, muncul protes dari warga Fatukoto
dan warga desa lainnya. Sepanjang bulan Februari hingga Agustus 1998 sejak protes dari warga lewat surat penolakan,
perundingan antara tetua adat dan pemerintah, dan demons-trasi, pertambangan mulai berhenti.
Salah satu titik penting adalah saat terjadinya demonstrasi yang melibatkan ratusan orang dari 12 desa di Mollo Utara persis
di lokasi Fatu Nausus. Demonstrasi ini menghasilkan penghentian operasi PT. Soe Indah Marmer di lokasi Fatu Nausus-
Anjaf.
Bulan Mei 1999, Gubernur Piet A. Tallo, mencabut ijin PT. Soe Indah Marmer karena gagal memenuhi syarat-syarat yang di-
perlukan untuk melakukan penambangan dan tidak menunjukkan keseriusan untuk melanjutkan penambangan. Tetapi pen-
cabutan ijin PT. Soe Indah Marmer bukanlah akhir dari pertambangan marmer di Fatu Nausus-Anjaf. Pada bulan Juli 1999,
perusahaan lain PT. Karya Asta Alam mendapat ijin penambangan Fatu Nausus-Anjaf menggantikan PT. Soe Indah Marmer.
Perlawanan kemudian berlanjut, kali ini, muncullah Aleta Baun yang diawali oleh dari dukungan keluarga besarnya dan akti-
vis ornop memulai sebuah epik perlawanan terhadap tambang yang lebih luas dan besar hingga sukses mengusir tambang
marmer dari Fatu Nausus-Anjaf pada tahun 2000. Perlawanan memuncak pada tanggal 10 Juli tahun 2000, 2000 orang dari
desa berdemonstrasi di lokasi penambangan Fatu Nausus-Anjaf. Aksi yang sama berlanjut pada bulan dua hari kemudian
dan sukses memobilisasi 3000 orang laki-laki dan perempuan, orang tua dan orang muda. Aksi ini diikuti dengan penduduk-
an lokasi pertambangan selama kurang lebih 3 bulan.
Pada bulan Agustus 2000, setelah melalui berbagai tekanan, Gubernur Piet A. Tallo menghentikan sementara pertambangan
marmer di Fatu Nausus selama 6 bulan mulai bulan September 2000 hingga Maret 2001. Namun setelah tahun 2001, tidak
ada lagi yang berminat menambang Fatu Nausus karena alasan tidak adanya jaminan keselamatan.
Kisah perlawanan yang sama, kemudian berlangsung kembali pada tahun 2006-2007. Kali ini di Desa Fatumnasi, 15 km dari
Fatu Nausus, dimana Bukit Faut Lik dan Fatu Ob hendak ditambang. Kali ini perlawanan berkembang bahkan lebih besar