Page 205 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 205
Relasi Kuasa Pertambangan Mangan 195
di Nusa Tenggara Timur
Alasan lainnya adalah, bahkan menurut tradisi di Timor, seorang penguasa domain (usif) ketika mengambil keputusan,
harus berkonsultasi dan mendapat persetujuan dari para amaf yang juga adalah penguasa-penguasa wilayah yang lebih
kecil. Lebih jauh lagi, jika seorang usif wafat tidak otomatis anak-anaknya langsung diangkat menjadi usif. Para amaf uta-
ma atau biasa disebut amanaek (amaf = bapak, naek = besar, agung) akan berunding dan meminta petunjuk pada nenek
moyang untuk menentukan siapa yang layak menjadi usif.
Di Mollo, setelah fettor terakhir W.C.H Oematan wafat, seremoni untuk memilih usif belum dilakukan. Menurut Petrus Almet,
tokoh warga di Desa Lelobatan dalam dialog beberapa tahun yang lalu, dikatakan bahwa keturunan Lay Akun tidak akan per-
nah dipilih kembali karena dia bukan Oematan asli.
Pada titik ini, para amaf merasa dilecehkan karena usif belum pernah dipilih kembali, dan para amaf tidak pernah merasa
diajak berunding dalam hal penambangan batu Nausus. Tahu-tahu saja, keturunan Lay Akun telah menandatangani perse-
tujuan penambangan batu Nausus.
Alasan ketiga yang membuat bukan hanya para amaf merasa jengkel dengan penambangan batu marmer adalah alasan
sejarah dan nilai kultural. Warga biasa yang mendapatkan cerita turun temurun tentang Fatu Nausus juga merasa jengkel
karena Fatu Nausus bukan bukit biasa.
Fatu Nausus dan pasangannya Fatu Anjaf memiliki nilai sejarah dan kultural bagi orang Mollo. Ada beberapa pandangan me-
ngenai Fatu Nausus yang saya dapatkan pada dialog bertahun-tahun lalu dan menempel dengan kuat di benak saya. Hal
mana yang juga dituliskan dengan sangat baik oleh Nelson (2003).
Fatu Nausus dipercayai sebagai tempat persinggahan penting orang Timor dalam perjalanan dari Timur menuju ke barat.
Menurut dialog yang dituliskan dalam desertasi Nelson (2003), Nausu yang berarti ibu yang menyusui adalah tempat tinggal
Oematan yang dalam hikayat merupakan saudara dari Kono. Oematan menemukan tempat dan membuka mata air di tempat
yang bernama Mollo dan menjadi penguasa di sana. Di wilayah Mollo sendiri terdapat 3 buah gunung yang merupakan sum-
ber mata air yang mengalir ke seluruh penjuru Timor, Gunung Mutis, Gunung Mollo, Gunung Kek Neno, dan Bukit Fatu Nausus
yang juga merupakan sumber air.
Dari tempat itu menyebarlah orang Timor ke berbagai arah membentuk wilayah-wilayah yang disebut sebagai Amanuban,
Ambeno, Amarasi, Amanuban. Oematan sendiri bertahta di Mollo untuk menjaga dan mendapat tugas menjaga Mollo dan
Bukit Nausus sebagai sumber air utama di P. Timor. Oematan memiliki delapan amaf yang merupakan klan-klan pemberi
mempelai perempuan, mereka adalah Toto-Tanesib, Bnani-Lassa, Tafui-Sunbanu, dan Seko-Baun. Kisah lain yang sempat
saya catat, dan juga dituliskan oleh Nelson (2003), Fatu Nausus merupakan tempat untuk memanjatkan doa dan
memberikan persembahan bagi orang Mollo.
Ketika keturunan Lay Akun, alias Oematan Tionghoa menjual Fatu Nausus, orang Mollo menganggap mereka melanggar tugas
dan sumpahnya. Karena itu pula tak layaklah mereka disebut sebagai usif.
Pasangan Bukit Nausus adalah Anjaf. Di dalam Fatu Anjaf terdapat gua yang disebut sebagai Nua Ni Toto. Fatu Anjaf adalah
batu keramat klan Toto, dan fatu anjaf inilah yang yang pertama kali ditambang serta dirusakkan. Hal ini membuat berang
klan Toto. Amaf Pieter Toto termasuk amaf pertama yang bergabung dengan Aleta Baun.