Page 210 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 210
200 Di Atas Krisis Sosial-Ekologis Semacam Apa
Megaproyek MP3EI Bekerja?
Desa Supul dan Noebesa adalah Rp. 500 rupiah per kg untuk penambang manual, dan Rp 400 rupiah per kg untuk penam-
bang dengan bantuan alat berat perusahaan. Setiap tuan tanah mendapat bagian Rp 100 rupiah pada penambangan dengan
bantuan alat berat, dan pekerja mendapat Rp 300 per kg. Sementara, pada penambangan manual, hasil penjualan dibagi
dua untuk keluarga pemilik tanah dan penambang.
PT. Soe Makmur Resources adalah perusahaan pertama yang menggunakan kuasanya untuk memonopoli hasil penambang-
an di wilayah IUPnya sesuai dengan UU no 4/2009.Pada tahun 2008 hingga tahun 2010, penambang mangan di luar wilayah
PT. SMR masih bisa menjual mangan kepada pembeli yang bersedia membayar lebih tinggi. Waktu itu, harga mangan di
Kabupaten Timor Tengah Utara sudah mencapai Rp 1000 per kg, bahkan bisa mencapai puncak Rp. 2500 per kg.
Situasi pasar bebas macam ini menghasilkan lapangan pekerjaan baru, yaitu obama atau ojek bawa mangan. Para tukang
ojek amat rajin membawa mangan dari kabupaten TTS ke kabupaten TTU karena harga jualnya lebih tinggi. Dan inilah yang
memicu konflik besar di Desa Supul pada bulan Oktober 2010.
Rupanya, para tuan tanah dan penambang yang tidak puas dengan harga beli dari PT. SMR kemudian menjual batu mangan
pada para obama yang menjualnya ke TTU. Hal ini tidak disukai oleh PT. SMR yang kemudian melakukan koordinasi dengan
kepolisian untuk menangkap para obama yang dianggap mencuri batu mangan dari wilayah IUP PT. SMR.
Konflik ini mereda, setelah disepakati kembali harga yang pas dan penjagaan ketat dari PT. SMR. Sejak saat itu, tidak sem-
barang orang bisa keluar masuk Desa Supul karena kekhawatiran PT. SMR atas pencurian batu mangan.
Hubungan kuasa antara pekerja mangan dan tuan tanah bisa dikatakan seperti tuan tanah dan penggarap. Para penambang
bersama keluarga dan anak-anaknya bekerja menggali setengah mati untuk mendapatkan 200 kg per hari. Jika dirata-
ratakan setiap penambang mendapatkan sekitar 50 ribu rupiah hingga 75 ribu rupiah per hari. Jika suami istri dan anak ikut
menambang mereka bisa mendapat sekitar 200 ribu rupiah per hari. Penambangan ini dilakukan tanpa alat pelindung dan
alat kerja yang memadai. Menurut laporan Institut ECOSOC Rights dan Yabiku, penyakit ISPA meningkat di kalangan anak-
anak dan pekerja tambang. 8
Tetapi penambangan rupanya tidak berlangsung setiap hari. Menurut Kornelis, biasanya para penambang hanya kuat me-
nambang selama 2 minggu, lalu kemudian jatuh sakit. Mereka beristirahat 1 minggu lalu menambang kembali.
Bagi para tuan tanah, tambang mangan bisa dibilang membawa kelimpahan. Menurut Kornelis, lahannya dapat menghasil-
kan 7 hingga 8 ton mangan per hari. Dengan demikian, setiap hari keluarga Kornelis Beti mengantungi antara 1,7 hingga 2
juta rupiah per hari.
Hal menarik lain adalah pernyataan Kornelis mengenai lahan yang rusak. Kornelis menyatakan bahwa lokasi tambang
mangan adalah lokasi yang tidak produktif, biasanya hanya ditanami kacang hijau yang juga tidak seberapa. Lokasi deposit
mangan berada di wilayah sabana yang gersang yang biasanya menjadi padang penggembalaan. Namun seiring dengan
menyusutnya jumlah ternak, wilayah tersebut dulunya dibiarkan begitu saja.
Sementara untuk lahan jagung dan pangan, berada di lokasi lain yang lebih subur. Kornelis tidak membiarkan lokasi jagung
atau lele tidak boleh diganggu gugat. Katanya, sebagai petani walaupun saat itu mendapatkan uang dari mangan, tetap
harus menanam jagung untuk persediaan pangan.