Page 213 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 213
Relasi Kuasa Pertambangan Mangan 203
di Nusa Tenggara Timur
sional tersebut. Kasus perlawanan tambang di Fatu Nausus dapat meluas, karena Fatu Nausus adalah siimbol kekeramatan
pada skala domain yang melibatkan belasan klan. Sementara di Oekopa, simbol-simbol yang terancam hanya melingkupi
satu dua klan dominan dalam satu desa.
Ketiga, wilayah yang penting bagi penghidupan seperti wilayah hutan yang mengandung sumber air (yang biasa
dikeramatkan), dan juga ladang atau pesawahan. Apa yang terjadi di Oekopa, mengancam pesawahan yang cukup luas yang
berarti mengancam penghidupan warga bukan hanya di Oekopa tetapi juga desa-desa di sekitarnya. Di Mollo, ancaman
terhadap sumber penghidupan adalah ancaman terhadap sumber air. Tetapi di Desa Supul dan Bakitolas, ancaman langsung
terhadap sumber agraria tidak begitu nyata. Meskipun, penambangan PT. SMR maupun PT. Tiara Utfar Mandiri dan PT. Elang
Perkasa di Bakitolas menimbulkan erosi sungai. Namun karena sungai tersebut tidak berdampak langsung pada penduduk,
maka itu tidak menimbulkan kekhawatiran dan ancaman.
Keempat, soal distribusi hasil maupun kuasa untuk mengelola kekayaan alam. Pada kasus di Mollo maupun di Oekopa,
pertambangan bersifat terkonsentrasi dengan jumlah pekerja minim. Hanya sedikit orang yang dapat menikmati hasil
pertambangan tersebut. Demikian juga dengan ketegangan-ketegangan yang terjadi di Desa Supul dan Bakitolas. Para tuan
tanah, ingin mendapatkan hasil langsung dari penambangan apalagi karena cara mengelola hasil tambang cukup mudah,
dan tidak memerlukan teknik khusus. Pengkonsentrasian produksi dapat menghasilkan perlawanan dari para tua adat
maupun warga yang tidak puas.
Satu hal penting yang menjadi catatan, di kebanyakan kasus, para tetua adat umumnya tidak memiliki pengetahuan atas
industri pertambangan dan daya rusaknya. Padahal, berdasarkan pengalaman maraknya tambang mangan di Timor
pedagang-pedagang batu mangan maupun pengusaha tambang akan mencari para penguasa tanah dan bernegosiasi
dengan mereka. Satu hal penting adalah umumnya, para tetua adat adalah kalangan tertutup yang tidak mudah diyakinkan.
Kedekatan kekerabatan menjadi kunci suksesnya satu negosiasi. Selama ini, maraknya tambang mangan justru
memanfaatkan kekerabatan dan kedekatan agen-agen tertentu pada para tetua. Kebijaksanaan para tetua menjadi kunci
utama apakah alam dan keberlanjutan P. Timor dapat berlangsung di tengah meluasnya ekspansi kapital sampai ke pulau-
pulau terkecil.