Page 216 - MP3EI, Masterplan Percepatan dan Perluasan Krisis Sosial-Ekologis Indonesia
P. 216
206 Di Atas Krisis Sosial-Ekologis Semacam Apa
Megaproyek MP3EI Bekerja?
Orde Baru misalnya atas nama transmigrasi secara membabi-buta mengirim orang-orang dari Pulau Jawa ke tempat-tempat
yang menjadi wilayah kelola rakyat di Maluku, dan hingga kini masih menyisakan sejumlah persoalan. Dan yang paling tra-
gis, puluhan tahun sejak Indonesia merdeka, orang-orang adat disana justru dicap sebagai orang rimba yang harus dijinak-
kan dengan program pembangunan.
Sekarang, Maluku Utara kembali didudukkan sebagai pusat dan sumber kapitalisme ekstraktif dalam bentuk berbagai ma-
cam operasi pertambangan, dari emas, biji besi hingga nikel. Sesaat setelah MP3EI dilaunching di Jakarta, KP3EI langsung
merilis bahwa ada 3 proyek MP3EI di Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Maluku yang groundbreaking. Total nilai inves-
tasi yang telah groundbreaking sebesar 79,2 triliun rupiah, dengan rincian: Pembangunan Pabrik Nikel dan Kobalt di Halma-
hera (PT. Weda Bay Nickel) sebesar 48,6 triliun rupiah, Pembangunan Pabrik FerroNikel Halmahera Termasuk PowerPlant 275
MW (PT. Antam) sebesar 14,4 triliun rupiah dan Perluasan Produksi Emas Halmahera (PT. Nusa Halmahera Minerals)
sebesar 16,2 triliun rupiah.MW (PT. Antam) sebesar 14,4 triliun rupiah dan Perluasan Produksi Emas Halmahera (PT. Nusa
Halmahera Minerals) sebesar 16,2 triliun rupiah.
Akankah penderitaan rakyat disana akan berakhir dengan janji yang didengungkan MP3EI yaitu kesejahteraan? Bagian ini
akan memperlihatkan bagaimana situasi tempat dibangunnya MP3EI di koridor ekonomi ini melalui pengerukan tana merah
di teluk-teluk Kepulauan Halmahera.
Pertambangan Nikel di Kepulauan Halmahera
Walaupun dalam dokumen resmi MP3EI itu dikatakan bahwa Halmahera akan dijadikan sebagai salah satu tempat produksi
3
perikanan nasional tetapi buktinya, justru pertambangan nikel lah yang menjadi awal start pembangunan MP3EI disana.
Dan ini dibuktikan dengan semua daftar awal proyek yang di-groundbreaking di atas, adalah dukungan untuk penambangan
nikel dan percepatan untuk menggenjot produksi nikel dari wilayah tersebut. Bahkan dalam peta tata ruang Provinsi Maluku
Utara, titik-titik tambang ini tersebar dari ujung utara kepulauan Halmahera hingga ujung selatan.
Kenapa nikel? Menurut KP3EI, saat ini Indonesia adalah negara penghasil nikel ke 4 terbesar dari 5 negara di dunia dengan
produksi sekitar 190 Ribu Ton per tahun, dan menyumbang lebih dari 60 persen nikel dunia. Sementara Kepulauan Halma-
hera, sejak tahun 2000 menjadi penyumbang 55% produksi nikel nasional. Produksi nasional ini akan ditargetkan meningkat
hingga 250 ribu ton per tahun jika proyek percepatan dalam MP3EI ini bisa diselesaikan dalam 3 tahun kedepan. Pengerukan
gila-gilaan ini didukung oleh beberapa perusahaan berpengalaman di urusan keruk-kerukan nikel seperti Antam, Weda Bay
Nikel, Nusa Halmahera Mineral (NHM), dan beberapa pendukung lainnya.
Sejak tahun 1979, Maluku Utara sudah bersentuhan dengan aktivitas pertambangan yang dilakukan di sejumlah pulau-pulau
kecil. Pulau Gebe adalah salah satu pulau yang pertama kali disentuh aktifitas pertambangan untuk eksploitasi nikel. Aktivi-
tas pertambangan nikel ini dilaksanakan oleh PT. Antam melalui Kontrak Karya dengan luasan konsensi 1.255 Ha sejak
tahun 1979 hingga Pulau ini hancur tak bersisa kecuali bekas kerukan nikel pada tahun 2003 .
Di seluruh Maluku Utara, hingga akhir tahun 2012 lalu, izin usaha pertambangan dan Kuasa Pertambangan (KP) sudah men-
capai angka 148 ijin yang terletak pada kawasan seluas total 593.311,42 ha. Angka itu berarti seperlima (17,83%) dari total
luas daratan (33.278 km2) propinsi Maluku Utara. Dari 148 izin KP yang sudah terdaftar, 38 di antaranya sudah memasuki
tahap produksi pada kawasan seluas 103.038,84 ha atau 17,37% dari total luas kawasan konsesi. Selebihnya 110 KP
dengan luas kawasan konsesi 490.272,58 ha masih dalam tahap eksplorasi. 3