Page 102 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 102
Fenomena Kontemporer Pengaturan Tanah Adat
uang (finansial) membuat banyak hal berubah. Ruang sosial Nendali
makin terbuka bagi para pendatang dengan modus ekonomi yang
baru ini. Keduanya sama-sama bernuansa individualis. Alhasil
sistem ketahanan ekonomi berdasarkan kolektifitas adat di Nendali
semakin terdesak.
Di era ini pula pemerintah menerapkan beberapa kebijakan
yang bertujuan untuk mengindonesiakan orang Papua. Sebuah
kebijakan yang kini dianggap telah berhasil menjarakkan orang
Papua dengan nilai tradisinya. Salah satunya melalui program
2
pengunaan Bahasa Indonesia. Sementara kurikulum sekolah
negeri, tak satupun mencantumkan pengetahuan berbasis lokal,
3
orientasi seperti telah diarahkan pada “sesuatu” Indonesia yang
besar dan tumbuh dari penyeragaman. Perbedaaan dan ciri khas
masing-masing konteks yang lebih kecil daripada “sesuatu”
Indonesia terabaikan, atau, seakan sudah tak penting lagi. Orientasi
pada “sesuatu” Indonesia yang lebih besar dan luas, seakan pula
menjadi satu-satunya orientasi yang layak. Sekolah tak memuat
muatan-muatan lokal yang benar-benar lokal, justru, materi ajar
menyangkut nilai-nilai dan pengetahuan lokal ini secara sistematis
ditekan melalui kehadiran sekolah resmi. Mungkin dari sinilah
kemudian, adat menjadi tak kuat lagi.
2. Saat ini, pemuda Nendali sangat jarang yang bisa berbahasa Nendali. Kerap
dalam kehidupan sehari-hari, mereka menggunakan Bahasa Indonesia
dalam pergaulan. Dari beberapa keterangan orang tua-tua, hal ini berkat
penerapan penggunaan Bahasa Indonesia yang begitu gencar di Nendali
sejak era 1980-an.
3. Meminjam istilah Afrizal Malna, “sesuatu” Indonesia sebagai seesuatu
terbayangkan sesuai modus subjektif masing-masing, tak pernah sama-sama
ditemukan sebagai hal objektif. Indonesia tidak pernah tuntas terumuskan
sebagai “apa” dan “bagaimana”, hanyalah sebagai “sesuatu” yang sesuai
penekanan masing-masing pihak.
— 83 —