Page 121 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 121
Pengembangan Kebijakan Agraria untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis
utama konflik tanah adat dari investasi. Sebutlah konflik antara
PT. Freeport Indonesia dengan suku Amungme dan Komoro
sebagai penanda yang paling populer saat ini untuk keseluruhan
tema konflik tanah-tanah adat di Papua. Dan disini tidak untuk
menyebut semuanya, ruang yang kecil ini tidak akan cukup
untuk menampilkan daftar-daftar yang sedemikian panjang dan
berketerusan.
Perubahan persepsi atas tanah sebagai milik kolektif, jelas
mengandaikan perubahan persepsi atas kolektifitas itu sendiri.
Stephanus Malak, seorang pengkaji tanah adat dari Papua, melihat
bahwa telah terjadi pergeseran relasi sosial demikian. Malak
mensinyalir, organisasi kolektif telah berubah dari solidaritas
mekanik menjadi solidaritas organik. Dalam perubahan demikian,
berlakulah perubahan fungsi tanah adat dari fungsi sosial menjadi
fungsi ekonomi semata.
Dengan cukup baik Malak menjelaskan beberapa relasi terkait
dari perubahan fungsi tanah demikian. Pada awalnya, UUPA 1960
yang mengakui hak kepemilikan tanah secara pribadi, dianggap
menjadi dasar konseptual munculnya motif-motif individualisasi
tanah adat. Dalam perubahan fungsi tanah pada fungsi ekonomi
dengan kepemilikan individual, konsekwensinya, kemiskinan
ikut berubah menjadi kemiskinan struktural dan bukan lagi
kemiskinan yang alamiah. Sebagaimana banyak diutarakan selama
ini, kemiskinan struktural adalah sebuah lingkaran setan dimana
seseorang sulit untuk keluar darinya. Terus menjadi miskin karena
sistem yang memang memiskinkan. Dalam lingkaran setan
demikian, seseorang menanggung beban sosial yang lebih besar demi
— 102 —