Page 123 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 123
Pengembangan Kebijakan Agraria untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis
tanah menjadi mudah tersedia bagi para pemodal. Kenyataannya
memang menunjukkan demikian, seperti disinggung sebelumnya
tentang masuknya gelombang investasi di Papua dengan berbagai
konsekwensi. Bahkan aparat pemerintahan pun dengan begitu
mudah dan percaya diri, merubah status tanah-tanah adat sesuai
kepentingan pemahaman subjektifnya. Hal terakhir ini marak
terjadi di Papua, pengabaian yang luar biasa atas hak masyarakat
13
adat.
Kapitalisasi tanah adat bukan berarti komersialisasi tanah adat
oleh masyarakat adat itu sendiri. Namun lebih pada munculnya
berbagai tekanan sistem yang pada dasarnya selalu mengarahkan
(dan bahkan menjebakkan) perubahan fungsi tanah adat dari sosial
ke ekonomi semata. Pembangunan menjadi awal dari kapitalisasi
ini. Pembangunan semakin merajalela sebagai faktor penyebab
kapitalisasi tanah-tanah adat ketika pemerintah menjadi kaki
tangan pemodal semata. Dalam kenyataan Nendali sendiri, hal ini
ditunjukkan oleh keberadaan perusahaan grup Bintang Mas yang
dianggap dengan kelicikan dan muslihat berhasil membeli dan
mensertifikasi ratusan hektar tanah suku Wally dalam 11 sertifikat.
Masyarakat tidak berdaya menghadapi kongsi pemerintahan dengan
pemodal seperti demikian.
Adat di Nendali kemudian berusaha melindungi diri dari
terkaman kongsi pemerintah dan pemodal ini. Pemerintah sendiri
dalam pandangan pemangku adat Nendali sudah menjadi boneka
modal, bukan lagi pelayan rakyat. Tindakan pemangku adat Nendali
dalam menyikapi situasi ini adalah dengan merombak beberapa
bagian dalam adat, seperti pemberlakuan sistem pemecatan pejabat
adat, dibolehkannya orang bukan asli Nendali untuk menjadi
13. Ibid.
— 104 —