Page 129 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 129

Pengembangan Kebijakan Agraria untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis

            ketergantungan sama sekali pada kampung halamannya secara
            ekonomi, umumnya tetap menjaga dan mengawasi keberadaan
            tanah-tanah adat. Dalam situasi ini di Sumatra Barat, masyarakat
            adat pemilik tanah adat tidak bisa dipahami sebatas masyarakat
            yang berada di wilayah itu saja. Masyarakat adat pemilik sebuah
            tanah adat misalnya, terkadang lebih banyak berada di perantauan
            yang jauh. Kondisi ini adalah lazim bagi orang-orang Minang.
            Tanah menjadi penanda genealogis seseorang yang mengandaikan
            berbagai hak lainnya dalam ruang kolektif sehingga seseorang
            merasa mendapat jaminan sosial tertentu. Tanah dalam cara ini
            dekat sebagai dasar konstruksi identitas.
                Komunitas Dayak Pitap di Kalimantan Selatan dengan tegas
            mendasarkan konstruk identitasnya pada tanah ini. Dalam sejarah
            Dayak Pitap, tanah menjadi aspek mendasar sehingga nilai adat
            bisa ditegakkan. Tanpa tanah tidak ada orang Dayak Pitap, seakan
            demikian. Hubungan manusia dengan tanah adalah hubungan
            eksistensialis. Tanah, adat dan manusia adalah tiga rangkaian yang
            tidak terpisahkan dalam masyarakat ini. Hubungan ketiga hal ini
            kini kembali dikemukakan setelah konflik tanah yang panjang dan
            sangat rumit menimpa. Konflik tanah adat pada komunitas Dayak
            Pitap bermula lagi-lagi dari datangnya investasi, yang meliputi
                                                               20
            perkebunan, kehutanan, pertambangan dan transmigrasi.
                Komunitas ini selama Orde Baru menjadi target “pemberadaban”
            melalui Departemen Sosial. Orde Baru yang mengacu pada
            Jawa menganggap semua masyarakat adat sebagai masyarakat
            terkebelakang. “Pemberadaban” yang dialami masyarakat Dayak



            20. Riza Bahtiar. Problem Tanah dan Identitas Komunitas Adat Dayak Pitap.
               Dalam, Hikmat Budiman (ed). Hak Minoritas, Dilema Multikulturalisme
               di Indonesia. The Interseksi Foundation, Jakarta, 2005. Hlm. 214-217.

                                    — 110 —
   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133   134