Page 132 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 132
Fenomena Kontemporer Pengaturan Tanah Adat
Melirik keadaan adat di Papua, isu adat sebagai akar
disintegrasi memang merupakan wacana empuk untuk menekan
berkembangnya daya dan kekuatan masyarakat mengorganisir diri.
Sebagian besar anggota OPM berasal dari komunal adat. Theys Hio
Eluay sendiri adalah seorang Ondoafi yang cukup berpengaruh
di lingkaran elit adat di Papua. Namun generalisasi adat sebagai
bertujuan disintegrasi jelas harus dikemukakan secara fair. Karena
negara jelas melakukan pembiaran cukup lama atas keberadaan
tanah-tanah adat. Berbagai perubahan sistem pengaturan tanah-
tanah adat di Nendali yang samasekali tidak mendapat dukungan
dari pemerintah sekitar, kiranya adalah dalam rangka memperkuat
pertahanan diri di tengah konflik tanah yang semakin rentan terjadi
seiring pembiaran negara. Semakin tingginya konflik pertanahan
di Papua dan tanpa adanya mediasi pemerintah, sama saja dengan
pemecahbelahan masyarakat oleh negara itu sendiri. Anggapan ini
berkembang di tengah-tengah orang Papua hingga ke Nendali.
Berbagai konflik agraria yang semakin memprihatinkan hingga
meminta korban justru terjadi setelah bergulirnya reformasi.
Sebagian besar dari konflik demikian, adalah konflik-konflik
atas tanah-tanah adat. Orde baru yang militeristik, tidak berarti
represi militer juga berhenti dengan berakhirnya rezim itu. Catatan
menunjukkan di masa-masa reformasi peran militer dalam berbagai
konflik tanah-tanah adat sangat besar. Militer terlibat dalam banyak
konflik tanah melakukan kekerasan dan tekanan, perampasan
tanah-tanah milik rakyat yang menghancurkan jaringan pengaman
dengan operasi militer. Soekarno yang tidak bisa menerima kritik memang
menjadi kendala tersendiri dalam mengembangkan Indonesia. Di masa
ini, PRRI sudah mengajukan berbagai tuntutan yang kemudian kembali
bergulir di era reformasi 1998 seperti otonomi daerah, penyeimbangan
alokasi pusat-daerah, pemerataan pembangunan, dan sebagainya.
— 113 —