Page 134 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 134
Fenomena Kontemporer Pengaturan Tanah Adat
penindasan hak, di sisi lain juga menjadi sisipan dari strategi
dengan tujuan yang lain.
Ketimbang sekedar sebagai perjuangan atas tanah-tanah
dengan hak turunan komunal, adat juga menjadi sebuah aras
wacana yang seksis dan menggiurkan banyak pihak. Di berbagi
daerah, pembicaraan dan gerakan dengan mendompleng isu adat,
atau bahkan mengatasnamakan adat itu sendiri menjadi sebuah
pilihan strategi baru untuk mencapai pengaruh dan ruang politik
tertentu. Setidaknya sebagaimana terlihat dalam perkembangan
di Nendali, adat dibicarakan tidak lagi sebagai norma-norma
turunan yang tertutup, namun secara terbuka diperdebatkan
dalam kontestasi perebutan wacana.
Perkembangan ini terlihat jelas di Sulawesi Tengah, gerakan-
gerakan adat muncul dalam berbagai konfigurasi yang kemudian
mengundang pemikiran panjang untuk memahaminya (lebih jauh,
untuk mempercayai). Persoalan masyarakat adat sebagai persoalan
tanah dan bernuansa kontemporer sebagaimana disinggung di
awal sub bab ini, mendapat pengertian yang lebih rigid dari Tania
Murray Li. Dengan analisis atas beberapa gerak dan gejolak yang
muncul “atas nama” adat, Li melihat adanya penerapan-penerapan
pegertian kontemporer atas “adat” dalam berbagai gairah gerakan
sosial di Sulawesi Tengah. Berbagai penerapan kontemporer ini,
pada dasarnya muncul sebagai strategi baru yang dianggap lebih
relevan dengan perkembangan keadaan.
AMASUTA misalnya, atau Aliansi Masyarakat Adat Sulawesi
Tengah, mengembangkan alur definitif baru yang lebih luas atas
konsep “masyarakat adat”. Tidak lagi sekedar berpatok pada
keterikatan norma, wilayah dan leluhur, namun “adat” disejajarkan
dengan “ketertindasan”. Perjuangan masyarakat adat dengan
begitu adalah perjuangan atas ketertindasan. Maka semua yang
— 115 —

