Page 149 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 149

Pengembangan Kebijakan Agraria untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis

            Pertama kali industri masuk, mereka selalu memberikan mimpi
            tentang kemakmuran dan kesejahteraan kepada masyarakat.
            Alasan demi mendongkrak devisa, penyediaan lapangan pekerjaan,
            mempercepat pertumbuhan ekonomi, mempercepat pembangunan
            daerah tertinggal atau mengurangi kemiskinan, adalah jargon yang
            mereka gulirkan terus-menerus untuk menghegemonikan rakyat
            bahwa kehadiran industri mutlak diperlukan. Kenyataannya,
            banyak kasus yang memperlihatkan bahwa tambang menyebabkan
            kemiskinan, degradasi lingkungan, pelanggaran hak asasi manusia,
            hancurnya sistem sosial budaya masyarakat, marginalisasi kaum
            perempuan dan berbagai dampak lainnya yang selalu mewarnai
            kehadiran industri ekstraktif ini.
                Hampir di semua tempat, kehadiran industri tersebut
            justru menciptakan enclave ekonomi. Ketimpangan yang nyata
            selalu hadir antara perusahaan dengan masyarakat, padahal
            seharusnya masyarakat menjadi subjek utama dalam pengelolaan
            sumberdayanya itu sendiri, bukan hanya menjadi tamu. Dimana
            industri tambang berdiri maka di situlah banyak ditemukan
            kantong-kantong kemiskinan.
                Menurut data Jatam 2003, sepanjang tahun 1993-1995,
            sumbangan indusri tambang hanya 2,54% - 2,92 % dari
            Pendapatan Kotor Domestik (PDB), sedangkan tahun 2002
            mampu menyumbang PDB 2,7 %. Hasil penelitian Price Waterhouse
            Coopers (PWC), pengeluaran dan belanja 12 perusahaan tambang
            sepanjang tahun 1994-1998 menunjukan 95,3 % dalam bentuk
            impor. Ini menunjukkan bahwa total pengeluaran dan belanja
            hampir seluruhnya kembali ke negara asal perusahaan. Hanya
            4,7 % yang dibelanjakan di dalam negeri. Muncul pertanyaan
            dari data tersebut, lantas dimana realisasi mimpi kesejahteraan
            dan dongkrakan ekonomi itu?

                                    — 130 —
   144   145   146   147   148   149   150   151   152   153   154