Page 146 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 146
Krisis Keberlanjutan Sumber Penghidupan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis di Pulau Kecil
Perusahaan BCS masuk Pulau Sebuku tahun 1997, diawali dengan
eksplorasi menggunakan model operasional seperti diatas. PT. BCS
sendiri merupakan Pemilik Modal Dalam Negeri yang bergerak di
bidang pertambangan, sedangkan menajemen operasional dikelola
Straits Resorces Limited. Kepemilikan sahamnya 20 % untuk
Indonesia dan 80 % untuk Singapura. Untuk sektor Pertambangan,
dari total 19 perusahaan yang beroperasi di Kalimantan Selatan,
12 merupakan merupakan Pemilik Modal Asing dan selebihnya
7 perusahaan adalah PMDN.
Kemudian pada tahun 2004, terbit persetujuan menteri
kehutanan tentang pinjam pakai kawasan hutan untuk PT. BCS
melalui surat bernomor S.430/Menhut-VII/2004 tanggal 15
Oktober 2004. Selanjutnya pada tahun 2009 kembali lagi terbit
SK No.316/Menhut/II/2009 tentang pinjam pakai kawasan hutan
seluas 744,68 ha. Sedangkan penambangan biji besi di Pulau
Sebuku dilakukan oleh PT. SILO dengan ijin surat bernomor
S. 709/Menhut-VII/2006 dan SK. No. 399/Menhut-II/2008.
Surat ini menyatakan pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan
produksi tetap dan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.
Tetapi eksploitasi yang dilakukan oleh PT. SILO telah dimulai
tahun 2004 dengan jumlah produksi mencapai 2.5 juta metrik
dari luas area dengan status pinjam pakai 1,731.61 ha. Dalam
implementasinya, berdasarkan informasi dan dari keterangan
warga melalui wawancara mendalam menganggap bahwa hutan
yang dikonversi bukan hanya hutan produksi saja, melainkan
hutan lindung dan cagar alam.
PT BCS lebih dulu masuk di Pulau Sebuku dibandingkan
dengan PT SILO, pada tahun 2003 silam, masyarakat dari desa
Serakaman dan Kanibungan serta perwakilan dari 3 desa sekitar
BCS lainnya melakukan demo akibat ulah perusahaan yang
— 127 —