Page 24 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 24
Administrasi Pertanahan dan Larasita: Mengangankan Ruang Negosiasi-Partisipasi Rakyat di Level Desa
pendaftaran kepemilikan tanah pribadi, perubahan hak atas
tanah melalui, misalnya, penjualan, pemberian, pembebanan,
pembagian, konsolidasi, dan sebagainya, pengelolaan pajak
tanah, dan kontrol terhadap penggunaan tanah (Burn et.al,
2006: 7). Pada dasarnya administrasi bisa diletakkan sebagai cara
aparatus negara men-disiplin-kan penggunaan sumberdaya tanah.
Namun terkadang ia dipersempit menjadi soal pendaftaran tanah.
Pendaftaran tanah adalah proses yang, dalam tingkat tertentu,
murni bersifat teknis-birokratik-prosedural. Lihat misalnya PP No.
24 tahun 2007 merumuskan soal pendaftaran tanah yaitu sebagai
”rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus
menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data
fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah
yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun
serta hak-hak tertentu yang membebaninya”. Penyempitan tersebut
menjadikanya ruang yang tidak memungkinkan bagi hadirnya
negosiasi dan partisipasti luas. Restriksi ketat yang melekat pada
prosedur-prosedurnya melambankan negara menyelesaikan
persoalan-persoalan pengelolaan sumberdaya tanah yang
berkembang dinamis. Dua kasus yang diangkat dalam tulisan ini
akan menunjukkan proses itu.
Diperlukan terobosan kelembagaan yang memungkinkan
hadirnya partisipasi dalam proses administrasi pertanahan sebagai
ruang negosiasi yang penting untuk memasukkan kondisi-kondisi
khusus dari interaksi relasi kekuasaan di tingkatan lokal ke dalam
proses-proses formal. Kondisi-kondisi tersebut adalah manusia dan
hubungan-hubungannya, kaitan-kaitannya dengan kesejahteraan,
— 5 —