Page 26 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 26
Administrasi Pertanahan dan Larasita: Mengangankan Ruang Negosiasi-Partisipasi Rakyat di Level Desa
negara maupun pasar. Namun fokusnya kemudian bergeser dengan
lebih melihat dan menekankan peran aktor-aktor lokal dalam
menentukan pemberdayaan. Secara umum dua kecenderungan
ini sama-sama ingin mengurangi intervensi dan peran negara di
tingkat lokal seraya memberikan kepercayaan yang besar terhadap
partisipasi masyarakat lokal.
Perbedaan penting dari dua posisi ini adalah bagi kalangan
neoliberal mereka lebih melihat strategi top-down bagi reformasi
institusional sebagai upaya negara bekerjasama dengan NGO
untuk membuat institusi lebih efisien dan memasukan target group
dalam proses pembangunan. Konseptualisasi pemberdayaan ini
didasarkan pada model harmoni kekuasaan. Implikasinya adalah
bahwa pemberdayaan dapat dicapai dalam kondisi sosial yang
stabil tanpa menimbulkan efek negatif bagi kekuasaan mereka yang
berkuasa. Sedangkan kalangan Pos-Marxis menekankan mobilisasi
masyarakat secara buttom up sebagai kunci untuk menghadapi
kepentingan hegemonik negara dan pasar. Kesadaran dan identitas
kolektif merupakan modal dasar dalam proses ini.
Dua kasus diangkat dalam tulisan ini, yaitu Kabupaten Pacitan
di Jawa Timur yang bercirikan kabupaten pedesaaan dan Kota Banjar
Baru di Kalimantan Selatan yang merupakan sebuah kota yang baru
dimekarkan dan diproyeksikan akan menjadi pusat pemerintahan
di masa depan. Seperti akan diuraikan nanti, inisiatif lokal di
kedua lokasi itu telah bekerja dan memiliki potensi besar untuk
mampu mengatasi persoalan-persoalan yang muncul di tingkat
lokal. Institusi-institusi lokal yang melekat pada pemerintahan
desa/kelurahan itu memiliki kehandalan menyelesaikan masalah
pertanahan tanpa terlalu banyak menggantungkan diri pada
intervensi negara. Dalam hal ini, negara diperlukan sebagai partner
yang diposisikan dapat menjadi penyelesai persoalan yang memang
— 7 —