Page 55 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 55
Pengembangan Kebijakan Agraria untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis
d. Legal Tenurial Insecurity
Sejarah penguasaan tanah di masa lalu, administrasi tanah yang
belum tertib, peralihan status pemerintahan dari Kabupaten Banjar
kepada Kota Banjarbaru, minimnya sosialisasi dan penyuluhan
pertanahan adalah pelarut masalah. Kondisi ini menciptakan
situasi yang tidak menutup kemungkinan seseorang mengalami
ketidakamanan penguasaan atau kepemilikan bidang tanah
walaupun sudah memegang dokumen legal-formal.
Terlepas dari kerumitan masalah administrasi pertanahan yang
telah diuraikan di depan, ada beberapa faktor yang menimbulkan
ketidakpastian jaminan keamanan penguasaan tanah pada
masyarakat Cempaka ini. Pertama adalah kebijakan penataan ruang.
Berdasarkan Perda No. 5 Tahun 2001 Tentang Rencana Umum
Tata Ruang Kota Banjarbaru 2001-2010, disebutkan dalam pasal
7 angka (1) bahwa: “Struktur pemanfaatan ruang kota Banjarbaru
dibagi dalam 3 (tiga) Bagian Wilayah Kota (BWK) terdiri dari
BWK Banjarbaru, BWK Landasan Ulin dan BWK Cempaka yang
masing-masing mempunyai fungsi utama dan fungsi penunjang”.
Selanjutnya pada angka (2) huruf c, disebutkan bahwa “Bagian
Wilayah Kota (BWK) Cempaka dengan fungsi utama dan fungsi
penunjang; a) Kawasan pengembangan pemukiman perkotaan,
b) Kawasan Pertambangan, c) Kawasan Cadangan, d) Kawasan
Pendidikan, e) Kawasan pemerintahan.”
Kebijakan Tata Ruang semacam itu juga turut menyumbang
pada rumitnya pengaturan pertanahan. Menurut Perda tersebut,
Cempaka diarahkan menjadi kawasan non-pertanian. Oleh
karena itu Pemerintah Kota Banjarbaru hanya membolehkan
sertifikasi lahan perkebunan atau lahan pertanian jika lahan itu
merupakan proyek dari pemerintah, misalnya program Land
— 36 —