Page 56 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 56
Administrasi Pertanahan dan Larasita: Mengangankan Ruang Negosiasi-Partisipasi Rakyat di Level Desa
Reform. Masyarakat yang akan mengurus sertifikasi tanahnya
biasanya menghadapi kesulitan. Dalam arti, ia harus membayar
NJOP yang lebih tinggi karena status tanahnya dikategorikan
sebagai permukiman, meskipun dalam penggunaan faktualnya
tanah tersebut masih merupakan tanah pertanian. Karena hal
ini, masyarakat biasanya enggan mengurus sertipikasi tanahnya
dan merasa cukup dengan mendapatkan alas hak berupa Surat
19
Pernyataan Penguasaan Fiksik Bidang Tanah (Sporadik).
Alas hak semacam ini tentunya tidak cukup kuat, apalagi
menghadapi proses perkembangan kota yang ke depan akan
kian cepat. Kondisi ini sudah mulai muncul sejak pembangunan
pusat perkantoran Gubernur Kalimantan Selatan dan masuknya
pengembang perumahan (developer) yang memicu harga tanah yang
melambung tinggi. Hal ini karena daerah Cempaka merupakan
wilayah yang memang didesain sebagai kawasan pendukung pusat
perkantoran tersebut terutama sebagai wilayah pemukiman, seperti
telah diuraikan di atas.
Persoalan kedua adalah adanya klaim dari TNI AD atas tanah
seluas 5 km x 5 km = 25 km². TNI-AD mengklaim areal ini
sebagai MC yang berarti Military Complex, padahal menurut peta
zaman Belanda/Jepang sekitar tahun 1942, lokasi tersebut adalah
Mining Concession atau areal tambang batu bara. Tetapi kondisi
faktual sekarang tanah ini ditempati oleh transmigran Jawa sejak
1995 dan tanah-tanahnya sudah bersertifikat. Di beberapa tempat
kini dipasangi tanda yang menyebutkan bahwa wilayah itu adalah
tanah milik AD tanpa pemberitahuan apapun kepada orang-orang
yang tinggal di daerah itu. Tulisan-tulisan itu misalnya,” Tanah
19. Wawancara dengan Fitriyadi, Kantah Kota Banjarbaru, Kamis 10 Juni
2010
— 37 —