Page 59 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 59

Pengembangan Kebijakan Agraria untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis

            kosong; (h) pemberian izin pembukaan tanah; (i) perencanaan
            dan penggunaan tanah wilayah Kabupaten/Kota.
                Kebijakan daerah tentang tata ruang melalui Perda Nomor
            5 tahun 2001 tentang Rencana Umum Tata Ruang, misalnya,
            membuat institusi pertanahan mengalami dilema ketika melakukan
            sertifikasi. Di satu sisi harus mengikuti kebijakan Pemerintah
            Daerah mengenai tata ruang, di sisi lain pada kenyataanya masih
            banyak tanah di lokasi tersebut yang tidak sejalan dengan aturan
            tata ruang Pemerintah Daerah. Seperti telah disinggung di depan,
            Perda tersebut menetapkan bahwa wilayah Cempaka merupakan
            Bagian Wilayah Kota (BWK) yang seluruhnya dianggap sebagai
            wilayah pemukiman. Hal ini berdampak pada kerumitan tersendiri.
            Tanah yang digunakan sebagai wilayah pertanian harus dianggap
            sebagai wilayah pemukiman. Sebagai wilayah pemukiman
            maka biaya dan prosedur adminitrasi pengurusan sertifikatnya
            menjadi lain daripada wilayah pertanian. Kasus ini menunjukkan
            bahwa pada tataran kebijakan di tingkat daerah juga mengalami
            ketidaksinkronan sehingga berdampak pada administrasi pertanahan
            secara keseluruhan.
                Hal lainnya, akibat diskoneksitas aturan tersebut membuat
            institusi pertanahan tidak dapat masuk terlampau jauh ke level
            kelurahan untuk melakukan intervensi dalam menangani masalah
            pertanahan yang lebih proaktif dan tidak elitis. Dengan melihat
            sembilan kewenangan Pemda di bidang pertanahan di atas,
            maka intervensi ke level kelurahan dianggap sebagai pelanggaran
            terhadap domain Pemda. Akibatnya, meskipun persoalan
            pertanahan di level desa/atau kelurahan mengalami kerumitan
            sebagaimana digambarkan di atas, institusi pertanahan merasa
            hal itu bukan merupakan wilayah kerjanya. Di sisi lain persoalan-
            persoalan pertanahan yang berada di luar jangkauan kemampuan

                                    — 40 —
   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63   64