Page 89 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 89
Pengembangan Kebijakan Agraria untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlanjutan Ekologis
dapat diakses oleh para pemilik modal besar. Padahal semangat
UUD 1945, UUPA 1960 dan Pidato Bung Hatta yang telah
disinggung sebelumnya menyiratkan secara tegas pembangunan
ekonomi yang bertumpu pada pengelolaan sumber-sumber
agraria harus diletakkan dalam kerangka mencapai keadilan
dan kemakmuran sebesar-besarnya untuk rakyat. Hal tersebut
meniscayakan bahwa pembangunan ekonomi harus didahului oleh
adanya usaha pembaharuan struktur ketimpangan agraria warisan
kolonial yang bermuara pada penguatan posisi rakyat (petani)
sebagai penguasa (pemilik) yang sah dari keberadaan sumber-
sumber agraria untuk keberlanjutan hidupnya. Karenanya, negara
hanya berperan sebagai pengurus dari keberadaan sumberdaya
agraria untuk kepentingan rakyat. Dalam prakteknya, semangat
yang tertanam pada pelaksanaan pembaharuan agraria diawal
kemerdekaan adalah HGU perkebunan yang merupakan warisan
kolonial diproyeksikan menyusut dan kembali pada rakyat dimana
koperasi menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia (Wiradi,
2009).
Namun sejauh ini, oleh beberapa pakar menyebutkan
program pembaruan agraria di beberapa negara bekas jajahan
termasuk Indonesia masih bersandar pada mekanisme pasar atau
sering diistilahkan market assisted land reform. Pada konteks ini,
ukuran keberhasilan program pembaharuan agraria dicirikan
oleh program-program sertifikasi tanah warga. Padahal, seperti
yang diutarakan Soehendra (2010), pemberian sertifikat tanah
milik rakyat yang relatif memiliki luasan sangat kecil atau kurang
memiliki nilai fungsi ekonomi justru mengantarkan rakyat pada
aksi jual tanah (pasar tanah). Dengan kata lain, sertifikasi tanah
rakyat pada salah satu sisi membuka jalan terserabutnya rakyat dari
tanah dan di sisi yang lain membuka jalan terjadinya konsentrasi
— 70 —