Page 92 - Pengembangan Kebijakan Agraria: Untuk Keadilan Sosial, Kesejahteraan Masyarakat dan Keberlangsungan Ekologis
P. 92
Membaca Ulang Keberadaan Hak Guna Usaha (HGU) dan Kesejahteraan Rakyat
dalam mengatur peruntukan dan pemanfaatan sumberdaya di
lingkungan mereka dan memiliki kekuatan untuk masuk dan
memilih pasar komoditi perkebunan yang mereka usahakan;
(iii) keberadaan HGU Koperasi Mangunwatie justru menghapus
sejumlah gambaran suram tentang keberadaan HGU perkebunan
besar akan rendahnya daya serap tenaga kerja pedesaan dan; (iv)
akhirnya, dampak pembangunan menetes ke samping (naiknya
upah buruh dan tersedianya lapangan pekerjaan) dalam sebuah
wilayah akan menjadi relevan ketika sumberdaya agraria dapat di
kelola oleh organisasi kolektif rakyat. 23
2. Pola Kemitraan Perkebunan
Hal yang juga menjadi pembelajaran berharga adalah keberhasilan
model pengembangan koperasi melalui jalur kemitraan dengan
petani sekitarnya. Seperti yang diungkapkan dalam laporan Tim
Riset Sains-STPN di Kabupaten Tasikmalaya (2010), dalam
kemitraan tersebut, koperasi tidak memakai skema hutang,
melainkan bagi hasil, yaitu 30% untuk Koperasi pemegang HGU
dan 70% untuk petani pemilik tanah. Dalam hal ini, koperasi
memberikan bantuan teknis dan bibit unggul, sementara rakyat
menyediakan tanahnya. Satu-satunya persyaratan yang ditekankan
koperasi terhadap petani-petani ini adalah keseriusan untuk
memperbaiki nasib. Model kemitraan ini tidak berhenti pada
penyediaan bibit karet saja. Untuk meningkatkan produktifitas
tanaman karet milik petani, koperasi menurunkan tenaga
pendamping dan membantu mengarahkan cara-cara persiapan
23. Hal yang sama juga dijumpai penulis di beberapa wilayah dataran tinggi
Garut, Jawa Barat. Lahirnya orgnisasi tani lokal dalam memastikan hak
penggarapan secara nyata mendorong naiknya tingkat upah buruh ril dan
bertambahnya kemampuan daya serap tenaga kerja di desa
— 73 —