Page 100 - Potret Perjuangan Bapak Hukum Agraria Prof. Boedi Harsono
P. 100
Potret Perjuangan Bapak Hukum Agraria ....
meresonansikan pemikiran-pemikiran Boedi Harsono terhadap
fenomena hukum keagrariaan kepada para akademisi Hukum
Agraria adalah diskusi para pengajar Hukum Agraria se Pulau
Jawa dan Bali. Di dalam pertemuan berkala ini, Boedi Harsono
seperti ingin mengajak agar studi Hukum Agraria terus dikem-
bangkan oleh generasi yang lebih muda.
Ajakan untuk mengembangkan Hukum Agraria beralasan
kuat mengingat perkembangan Hukum Agraria sejak dilahirkan
sebagai Mata Kuliah yang mandiri tahun 1962 sampai memasuki
39
tahun 2000, dipandang berjalan kurang lancar. Hal itu antara
lain ditandai dari kurang lancarnya kaderisasi pada akademisi
Hukum Agraria. Sampai pada awal tahun 1990-an misalnya,
“debat” Hukum Agraria secara nasional hanya terjadi antara Prof.
Boedi Harsono (Usakti/UI) dan Prof. A.P. Parlindungan (USU).
Menarik sekali mengikuti perdebatan di antara kedua guru besar
itu. Kalau pandangan-pandangan Prof. Boedi Harsono terkesan
lebih berorientasi pada kepastian hukum dan kemanfaatan Hukum
Agraria, Prof. A.P. Parlindungan terasa lebih menekankan aspek
keadilan. Debat kedua mahaguru ini tampak begitu keras dalam
topik Hak Ulayat. Namun demikian, kedua mahaguru ini memiliki
39 Sampai awal tahun 1990-an, Indonesia hanya memiliki 2 (dua) Guru Besar
Hukum Agraria, yakni Prof. Boedi Harsono (Usakti/UI) dan Prof. A.P.
Parlindungan (USU). Di akhir tahun 1990-an, tepatnya tahun 1998 bertambah
lagi yakni, Prof. Maria S.W. Sumardjono (UGM) dan Prof. Ahmad Sodiki
(UniBraw). Memasuki abad 21, guru besar Hukum Agraria ini berkembang semakin
baik, karena kemudian asisten Prof. Boedi Harsono di UI/Usakti yakni Arie
Sukanti Hutagalung juga berhasil menjadi guru besar. Di UGM, asisten Prof.
Maria Sumardjono, yakni Dr. Nur Hasan Ismail juga berhasil menjadi Guru Besar.
Selanjutnya, di USU, asisten Prof. A.P. Parlindungan, yakni Dr. Muh. Yamin,
juga berhasil menjadi guru besar Hukum Agraria.
87

