Page 77 - Potret Perjuangan Bapak Hukum Agraria Prof. Boedi Harsono
P. 77

Oloan Sitorus & Taufik N. Huda

            memandang bahwa susunan dan cara kerja PAJ tidak dapat diha-
            rapkan menyusun Rancangan Undang-undang Pokok Agraria
            tersebut dalam waktu singkat, sehingga ketika dalam masa jabatan
            Menteri Agraria Goenawan diterbitkan Keputusan Presiden No. 1
            Tahun 1956 tanggal 14 Januari 1956 yang membubarkan PAJ dan
            membentuk panitia baru yang disebut Panitia Negara Urusan Agra-
            ria yang berkedudukan di Jakarta. 9  Panitia ini diketuai oleh
            Soewahjo Soemodilogo (Sekretaris Jenderal Kementerian Agraria)
            dan beranggotakan pejabat-pejabat dari pelbagai kementerian dan
            jawatan, ahli-ahli Hukum Adat, dan wakil-wakil beberapa organi-
            sasi tani. Tugas utama “Panitia Soewahjo” (selanjutnya disebut PS)
            ini adalah mempersiapkan rencana Undang-undang Pokok Agra-
            ria yang nasional, sedapat-dapatnya dalam waktu satu tahun. 10
                Pada tahun 1957, PS berhasil menyelesaikan tugasnya
            menghasilkan naskah Rancangan Undang-undang Pokok
            Agraria. 11  Ada 8 (delapan) pokok-pokok penting naskah Ran-
            cangan Undang-undang Pokok Agraria yang dihasilkan PS ini
            adalah: (1) dihapuskannya asas domein dan diakuinya Hak Ulayat
            yang harus ditundukkan pada kepentingan umum (negara); (2)
            digantikannya asas domein dengan Hak Kekuasaan Negara atas

                9   Ibid, hlm 127-128.
                10  Ibid, hlm. 128.
                11   Perhatikan ibid, hlm. 129, yang menyatakan bahwa untuk membantu Panitia
            Negara Urusan Agraria, dalam hal ini PS, ada Panitia Perumus yang terdiri dari
            Singgih Praptodiharjdjo, Mr. Boedi Harsono, dan Mr. Herman Wiknjo Broto,
            yang khusus dibentuk dan ditugasi untuk merumuskan naskah Rancangan Undang-
            undang tersebut. Panitia Perumus mengusulkan nama: Undang-undang tentang
            Pokok-pokok Hukum Tanah, karena pertimbangan bahwa undang-undang tersebut
            merupakan undang-undang biasa yang memuat ketentuan-ketentuan pokok mengnai
            bidang pertanahan. Tetapi PS  menganggap nama tersebut terlalu sempit, sehingga
            naman yang digunakan adalah: Undang-undang Pokok Agraria.

            64
   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82