Page 88 - Potret Perjuangan Bapak Hukum Agraria Prof. Boedi Harsono
P. 88

Potret Perjuangan Bapak Hukum Agraria ....

               dikan Bangsa Indonesia sebagai “tuan di negerinya sendiri”.
               Kedaulatan agraria yang menjadi cita-cita ketika Indonesia diprok-
               lamasikan mendapat dasar legalisasi yang kuat. Negara sebagai
               personifikasi dari seluruh bangsa harus berdaulat dalam penge-
               lolaan sumber-sumber agraria. Kedaulatan itu ditujukan untuk
               mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana
               diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, dalam arti
               keadilan dan kesejahteraan rakyat. Negara sebagai pemegang
               pelimpahan unsur publik Hak Bangsa mengemban tugas
               memformulasikan dan melaksanakan politik agraria nasional
               berdasarkan Hukum Agraria yang bersumberkan utama pada
               UUPA.
                   Dalam pada itu, lembaga pendidikan tinggi hukum kiranya
               sudah tidak layak lagi jika hanya mempelajari Hukum Agraria
               secara sporadis  (karena sudah berlaku unifikasi Hukum Agraria)
               dan  secara parsial (sebagai bagian dari mata kuliah yang lain).
               Sebagaimana diketahui, sebelumnya materi Hukum Agraria
               diberikan secara sporadis di dalam berbagai mata kuliah, seperti
               Hukum Adat (materi Hukum Tanah Adat), Hukum Perdata Barat
               (materi Hukum Tanah Barat), Hukum Administrasi Negara (materi
               Hukum Tanah Administratif), Hukum Tata Negara (materi Hukum
               Tanah Swapraja), dan Hukum Antar Golongan (materi Hukum
                                    26
               Tanah Antar Golongan).  Sifat sporadis dari substansi Hukum
               Agraria adalah dampak ikutan dari dualisme Hukum Agraria
               sebelum UUPA.
                   Fakultet Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas
               Indonesia (FHPM UI) merespon berbagai perkembangan yang



                   26  Boedi Harsono, op. cit. hlm. 11-12.

                                                                   75
   83   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93