Page 146 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 146
M. Nazir Salim & Westi Utami
Lalu apa sebenarnya yang disebut Program Strategis Reforma
Agraria? Skema diawal (gambar 1) menunjukkan perjalanannya agar bisa
didudukkan secara gamblang bagaimana RA masuk dalam kebijakan
Jokowi di ATR/BPN dan KLHK. Penulis mencoba untuk menjelaskan apa
yang dibayangkan oleh para pengambil kebijakan dan apa sebenarnya
problemnya serta bagaimana dinamikanya di lapangan. Dalam konteks
skema dan model kebijakan RA dari periode ke periode, pelaksanaan RA
di Indonesia mengalami dinamika yang cukup menarik, setidaknya
terjadi banyak perdebatan dan tekanan dari petani, NGO, dan akademisi.
Inti perdebatannya diletakkan dalam konteks bahwa Indonesia dianggap
belum pernah secara serius menjalankan RA. Hal ini selalu menghiasi
perdebatan tiap rezim berganti dan selalu mendapat respons yang
berbeda pada masing-masing rezim yang berkuasa.
Selain kelembagaan yang baru saja terbentuk sesuai Perpres 86 tahun
2018 yakni Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) dan belum berjalan
secara efektif karena baru dibentuk ditingkat provinsi dan sebagian di
tingkat kabupaten/kota, problem utama RA di ATR/BPN adalah TORA.
Tora menjadi persoalan utama karena ATR/BPN tidak mampu secara
“mandiri” menemukan TORA untuk didistribusikan kepada masyarakat
yang berhak dalam jumlah yang memadai. Oleh karena itu, tidak heran
jika ATR/BPN selalu mengandalkan kementerian lain untuk
mendapatkan TORA, dalam hal ini KLHK sebagai pihak yang dianggap
memiliki lahan cukup luas untuk dilepaskan dari kawasan hutan.
Namun, di lapangan tidak selalu persoalan TORA, bahwasannya di ATR/
BPN juga terdapat banyak objek TORA baik dari tanah kelebihan
maksimum dan absentee serta tanah terlantar atau tanah bekas hak (HGU
dan HGB), akan tetapi, ATR/BPN memiliki kendala politis dan psikologis
untuk mendapatkan tanah tersebut. Untuk tanah kelebihan maskimum
dan absentee, tidak menjadi fokus dan prioritas, atau lebih tepatnya tidak
memiliki cukup keberanian bermain dengan tanah-tanah yang masih
menjadi “hak orang lain”. Hanya pada HGU dan HGB yang tidak
diperpanjang saja yang memungkinkan untuk dikerjakan, dan itu harus
menunggu clear and clean.
Kementerian ATR/BPN tidak memiliki kebijakan yang tegas terhadap
118