Page 148 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 148
M. Nazir Salim & Westi Utami
D. TORA dan Tujuh Kriteria yang Diperdebatkan
Dari tiga SK terkait TORA yang sudah dikeluarkan oleh KLHK, SK
No. 180/2017, SK No. 3154/2018, dan SK No. 8716/2018 telah mengalami
perubahan, baik luasan maupun lokasi, akan tetapi tidak signifikan.
Terhadap SK tersebut, terjadi perbedaan pemahaman pada masing-
masing pihak dalam menangkap pesan yang disampaikan oleh KLHK.
Dalam banyak rapat-rapat resmi, Menteri LHK menyampaikan bahwa
sebagian dari SK tersebut adalah SK “pelepasan” kawasan hutan, dan itu
diamini oleh ATR/BPN, khususnya direktorat landreform. Hal itu pula
yang membuat mereka melakukan kajian secara mendalam ketika perta-
ma kali SK No. 180 terbit untuk menjelaskan kedudukan tanahnya agar
bisa diperjelas dan dikelompokkan berdasarkan eksisting di lapangan.
Akan tetapi ketika hendak dilandingkan ke daerah, Balai Pemantapan
Kawasan Hutan (BPKH) “menolak”, karena menganggap yang dikeluarkan
oleh Menteri LHK bukan pelepasan, namun Peta Indikatif yang terus
diperbaharui (6 bulan sekali) dan verifikasi lapangan, sehingga ATR/BPN
harus melakukan cek ke lapangan terlebih dahulu bersama BPKH untuk
melakukan verifikasi dan memastikan keberadaan lahannya.
Menurut Kepala BPKH II Sumatera Selatan, bahwa dari Peta Indikatif
tersebut, KLHK kemudian membentuk Tim Terpadu (Timdu) sesuai
Peraturan Menteri KLHK No. 17 Tahun 2018. Intinya, pelepasan Kawasan
Hutan Produksi yang dapat Dikonversi (HPK) untuk TORA harus
“melewati” kajian dan penelitian dari Timdu (Pasal 8). Timdu melakukan
pengolahan dan analisis data dan membuat rekomendasi pencadangan
pelepasannya. Tim ini bekerja berdasarkan Peta Indikatif yang
dikeluarkan oleh KLHK (sampai akhir tahun 2018 sudah dicadangkan
sekitar 1 juta hektar dalam bentuk indikatif). Timdu inilah yang
merekomendasikan perubahan-perubahan kawasan hutan untuk TORA,
khususnya HPK. Untuk memanfaatkan kawasan hutan yang dicadangkan
sebagai TORA butuh proses usulan atau permohonan oleh menteri/
lembaga, gubernur, bupati, pimpinan organisasi masyarakat, dan
perseorangan. Semua proses itu tidak bisa serta merta dari dicadangkan
kemudian perubahan tata batas, harus melewati kajian dari KLHK yang
ditunjuk oleh menteri (Pasal 12-16).
120