Page 152 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 152
M. Nazir Salim & Westi Utami
sering menjadi perdebatan adalah kolom tentang realisasi, karena dalam
SK No. 3154 disebutnya Peta Indikatif, namun diikuti penjelasan realisasi,
artinya hal ini disepakati sudah dikeluarkan tata batas dan sudah menjadi
tanah negara non hutan. Namun kondisi sebenarnya, ralisasi itu adalah
tanah yang dilepaskan bersamaan dengan dikeluarkannya izin lokasi
sampai terbitnya HGU, dimana seharusnya menurut versi KLHK tanah
tersebut ketika dikeluarkan harus diberikan kepada masyarakat (alokasi
20%) untuk pembangunan perkebunan masyarakat (Permen LHK No. P.
51/2016 dan Inpres No. 8/2018). Dalam P. 51/2016 Pasal 4 ayat 2 dan Pasal 5
ayat 1 menyatakan, “Kawasan HPK (Hutan Produksi yang dapat Dikon-
versi) yang akan dilepaskan untuk kepentingan pembangunan perke-
bunan, diatur pelepasannya dengan komposisi 80% untuk perusahaan
perkebunan dan 20% untuk kebun masyarakat (plasma) dari total luas
Kawasan HPK yang dilepaskan dan dapat diusahakan oleh perusahaan
perkebunan”.
Sementara dalam Impres No. 8/2018 kembali ditegaskan bahwa Pasal
Ketiga Ayat 2 poin (c) mengatakan “Pelaksanaan kewajiban perusahaan
perkebunan yang memiliki Izin Usaha Perkebunan Kelapa Sawit atau Izin
usaha perkebunan untuk budidaya kelapa sawit untuk memfasilitasi
pembangunan perkebunan kebun masyarakat paling kurang 20% dari
total luas areal lahan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan”.
Aturan tersebut juga diperkuat dengan Permen ATR/BPN No. 7/2017,
dalam Pasal 40, 41, 43, dan 64 penegasan pembangunan kebun masyarakat
menjadi prasyarat mutlak bagi pihak-pihak yang akan mengajukan HGU
ke ATR/BPN. Tanpa menyertakan plasma 20% tidak akan mungkin dipro-
ses perizinannya. Bagaimana dengan HGU yang terbit sebelum permen
tersebut lahir? Tidak diatur secara jelas dalam permen, namun pada prak-
tiknya, saat perpanjangan atau pembaharuan hak akan diberlakukan
sama, yakni kewajiban menyediakan lahan 20% untuk masyarakat
(komunikasi dengan Sapta, April 2019).
Permen dan Inpres tersebutlah yang menjadi perdebatan tentang
lahirnya alokasi 20% yang dimunculkan dalam TORA versi KLHK, dan ia
menyebutnya hal itu sudah direalisasikan, namun ATR/BPN mengalami
kebingungan karena tidak pernah mengerjakan objek yang dimaksud
124