Page 154 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 154

M. Nazir Salim & Westi Utami

            tersebut dengan alasan tidak ada lahan masyarakat di sekitar perolehan
            izin perusahaan (Priscilia 2013).

                Persoalannya, di dalam Pasal 15 Permentan tersebut berbeda dengan
            Permentan sebelumnya No. 13/2007 dimana pembangunan perkebunan
            masyarakat minimal 20% berada dalam kawasan perolehan Izin Usaha,
            sementara Permentan 98/2013 justru mengacaukan kembali aturan lama
            yakni perusahaan hanya wajib membangunkan perkebunan masyarakat
            yang tanahnya di luar izin usaha yang diperoleh. Pasal 15 Permentan 98/
            2013 menyebutkan: (butir 1) “Perusahaan Perkebunan yang mengajukan
            IUP-B atau IUP dengan luas 250 hektar atau lebih, berkewajiban memfa-
            silitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dengan luasan paling
            kurang 20% dari luas areal IUP-B atau IUP (ayat 2) kebun masyarakat
            yang difasilitasi pembangunannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
            berada di luar areal IUP-B atau IUP. Jadi, beberapa aturan ini menjadi
            belantara yang tidak jelas dan saling tumpang tindih.
                Pasal tersebutlah yang menjadi dasar mengapa TORA yang dikelu-
            arkan oleh  KLHK menjadi perdebatan dan siapa yang harus bertanggung
            jawab untuk mengambil alokasi tanah 20% hasil dari pelepasan kawasan
            hutan, dan bagaimana cara untuk mengambilnya? Ketika tanah tersebut
            diambil pada saat pelepasan kawasan atau pengajuan perolehan hak
            tentu jauh lebih mudah, namun ketika sudah terbit HGU dan lahan sudah
            diolah sedemikian rupa, relatif sulit digeser. Situasi ini tidak mudah dan
            yang harus turun langsung adalah presiden dan gubernur sebagai pengu-
            asa di daerah. Presiden dan gubernur bisa memerintahkan dengan tegas
            untuk mengambil lahan-lahan dimaksud karena dasar hukumnya terse-
            dia.
                Fakta berikutnya, selama ini hutan yang dilepaskan dan haknya
            diberikan kepada pemegang HGU mayoritas tanahnya tidak diberikan
            kepada masyarakat seluas 20%, kecuali beberapa perusahaan yang patuh
            menjalankan plasma. Umumnya perusahaan lebih banyak bermain pada
            ranah CSR, bukan pemberian tanah dan pembangunan perkebunan. Dan
            selama ini ATR/BPN tidak pernah mengurusi tanah yang dimaksud,
            sementara klaim KLHK, tanah tersebut menjadi salah satu objek TORA
            yang seharusnya diberikan kepada masyarakat. Ketika KLHK dimintai

              126
   149   150   151   152   153   154   155   156   157   158   159