Page 27 - Pemikiran Agraria Bulaksumur, Telaah Awal Atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo, Masri Singarimbun dan Mubyarto
P. 27
Pemikiran Agraria Bulaksumur
10 tahun, bisa dibilang isu agraria tidak mungkin dibicarakan.
Pada tahun 1976 Sajogyo mengangkat kembali isu reforma agraria
untuk pertama kalinya selama Orde Baru berkuasa. Alasan yang
dikemukakanya pada waktu itu adalah “itu merupakan (alat uji)
untuk menguji angin politik (pada saat itu)”. Di Bogor tahun 1974-
1977, Sajogyo mulai membicarakan masalah kemiskinan di
pedesaan. Tahun 1976 Masri Singarimbun & David H. Penny
melakukan kajian yang sama di Yogyakarta (Sriharjo, Bantul).
Mubyarto dan Loekman Soetrisno pada dekade 1980-an mulai
banyak menulis topik tentang kemiskinan di pedesaan. Tampak-
nya upaya ini membuahkan hasil. Tema “Kemiskinan Struktural”
muncul untuk pertama kalinya—di masa Orde Baru—pada konfe-
rensi PPII (Perhimpunan Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial) di
Malang tahun 1978. Dua atau tiga tahun setelah itu, 1980 (White)/
1981 (Sajogyo), sebuah Workshop Internasional tentang “Agrar-
ian Reform In Comparatife Perspective” diselenggarakan di Selabin-
tana, Sukabumi melalui prakarsa SAE (Survey Agro Ekonomi).
Lokakarya ini diadakan setelah pada 1979 di Roma digelar konfe-
rensi internasional tentang “Reforma Agraria dan Pembangunan
Pedesaan” yang diprakarsai FAO (Sajogyo: 2000).
Konteks politik akademis studi agraria di Indonesia setidak-
nya dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu; perang dingin, politik
kawasan membendung efek domino komunisme, revolusi hijau,
modernisme,—juga ideologi pembangunan yang di dasarkan
pada asumsi pertumbuhan Rostowian. Revolusi hijau yang dinilai
terlalu teknokratis menjadi pemicu hadirnya analisis yang menda-
sarkan diri pada temuan-temuan empiris akibat program itu di
pedesaan. White (2002;138) mencatat sejak 1978-1995 (17 tahun)
terdapat sebelas edisi khusus yang temanya sangat berhubungan
dengan studi agraria, seperti; pemilikan tanah, pembangunan
8