Page 179 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 179
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
pasca peristiwa 1965. Sebagai strategi salah satunya
memuat pidato resmi para kepala daerah, militer, dan
ketua panitia landreform di berbagai daerah, dengan
menjelaskan dan melaporkan terkait kebijakan landre-
form di daerah masing-masing yang tetap dijalankan. Tak
lupa dalam berbagai penjelasannya, panitia landreform
terus mengumumkan telah mengeluarkan semua ang-
gotanya dari struktur kepanitiaan landreform yang
ditengarai terlibat komunis atau perwakilan dari unsur
BTI, PKI, dan Partai Murba. Dalam berbagai kesempatan,
Direktur Jenderal Agraria dan Transmigrasi (Laksamana
Muda Laut Soejono Soeparto) sering mengulang-ulang,
“landreform bukanlah gagasan PKI melainkan gagasan
revolusioner Indonesia yang bertujuan mencapai masya-
rakat sosialis Pancasila” (Penyuluh Landreform, No. 4-5-6,
Okt-Nov-Des 1966). Lebih jauh, Direktur Jenderal
menyampaikan dalam pidatonya:
“Hambatan-hambatan dan kelambatan itu (pelaksanaan
landreform-penulis) disebabkan beberapa faktor, tetapi yang
sangat mempengaruhi pelaksanaan landreform ialah adanya
propaganda-propaganda yang dilancarkan secara terang-
terangan maupun gelap-gelapan oleh sementara golongan dan
oknum tertentu dalam masyarakat, seolah-olah landreform di
negara kita ini adalah gagasan almarhum Partai Komunis Indo-
nesia, sehingga dengan telah dibubarkannya PKI maka tidak perlu
lagi dilanjutkan pelaksanaan landreform. Jadi tanah-tanah yang
telah diterima oleh rakyat tani penggarap harus dikembalikan
kepada pemiliknya atau penguasanya semula. Hal ini mengaki-
batkan banyak kaum tani yang tidak dapat menguasai lagi secara
nyata akan tanah garapannya oleh karena takut dituduh gerpol
PKI, antek-antek BTI, dan sebagainya.
143