Page 180 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 180
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
Terhadap propaganda-propaganda itu perlu dikemukakan bahwa
landreform bukanlah gagasan/konsepsi PKI melainkan konsepsi
revolusi Indonesia yang bertujuan mencapai masyarakat Sosialis-
me Pancasila. Tidak ada keraguan sedikitpun mengenai hal itu,
terbukti dari ketetapan MPRS dalam sidang Umum ke-IV tahun
1966 yang baru lalu dimana Pasal 31 Ketetapan No. XXIII meme-
rintahkan kepada pemerintah untuk “Memperhebat transmig-
rasi serta mempercepat pelaksanaan landreform/landuse”
(Penyuluh Landreform, No. 4-5-6, Oktober-Nov-Des 1966).
Berbagai penjelasan dan komitmen pasca peristiwa
1965 tampak dengan tegas dan konsisten disampaikan
berbagai pihak untuk menjalankan landreform. Hal ini
setidaknya terekam dengan baik dalam setiap edisi maja-
lah Penyuluh Landreform, terutama pimpinan pusat, mili-
ter, dan kepala daerah yang menunjukkan komitmen uta-
manya. Akan tetapi problem utama pasca peristiwa 1965
bagi penyelenggaraan landreform adalah trust, SDM, dan
biaya, sehingga ketika tuntutan ganti rugi atas tanah-
tanah yang diambil oleh negara, panitia landreform di
daerah sulit untuk memenuhi pembayarannya. Situasi ter-
sebut di beberapa wilayah (khususnya Jawa Tengah dan
Jawa Timur) menyebabkan terjadinya gesekan karena
pengambilan tanah hasil redis terus dilakukan oleh pihak-
pihak tertentu. Kondisi tersebut sempat direspons oleh
Menteri Dalam Negeri pada tanggal 13 Maret 1968 (res-
pons yang kesekian kali karena sebelumnya Panitia Land-
reform Pusat juga beberapa kali mengeluarkan perintah
yang sama sejak peristiwa 1965) dengan menerbitkan SK
Menteri Dalam Negeri No. Sk/16/DDT/Agr/68 yang inti-
nya melarang kepada semua Gubernur Kepala Daerah cq.
Kepala Kantor Inspeksi Agraria/Kepala Dinas Agraria Da-
144