Page 222 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 222
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
bihan maksimum untuk menjalankan skema lain yang
sesuai peraturan. Jalan tersebut ditempuh agar ekses ne-
gatif tidak terjadi, sehingga jalan keluar yang ditempuh
untuk mengamankan situasi yang mulai kondusif.
Terkait pembayaran ganti rugi tanah kelebihan maksi-
mum dan absentee, Dirjen Agraria meminta agar disele-
saikan pembayaran ganti ruginya. Dalam Peraturan Dirjen
Agraria No. 4 Tahun 1967 ditetapkan ketentuan tentang
cara-cara dan dana-dana/biaya yang dipergunakan dalam
penyelesaian ganti rugi. Salah satu caranya adalah dengan
cara membayar tidak langsung maupun langsung. Prin-
sipnya pejabat-pejabat pelaksana di daerah harus benar-
benar mengusahakan agar tidak terjadi ekses-ekses yang
merugikan kebijakan yang telah digariskan dalam
pelaksanaan landreform (Penyuluh Landreform dan
Agraria, No. 3-4, 1974). Saat bersamaan dengan keluarnya
pedoman di atas yang melonggarkan pelaksanaan
landreform yang hanya fokus pada penyelesaian periode
sebelumnya khususnya pembayaran ganti rugi. Orde Baru
berupaya dalam menjalankan landreform kemudian
diperluas, walaupun hal tersebut dianggap mereduksi niat
menata struktur agraria oleh para pendiri negara (Hamid,
1968).
Dari kacamata kelembagaan agraria, perubahan
struktur organisasi kelembagaan agraria sebagaimana
Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 88 tahun 1972
dianggap sebagai suatu yang positif karena berhasil meng-
integrasikan 3 kantor di daerah menjadi satu atap. Peng-
integrasian ini memudahkan koordinasi dalam melaksa-
186