Page 221 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 221
Politik Kelembagaan Agraria Indonesia
lankan dalam rangka pengamanan hasil-hasil pelaksanaan
landreform yang telah dicapai sebelumnya. Pedoman ini
juga mengatur sekaligus meluruskan anggapan banyak
pihak tentang landreform yang tidak perlu dilaksanakan
lagi, karena alasan-alasan politis dan menghambat pem-
bangunan ekonomi dan sosial. Para kepala daerah harus
membantu meluruskan “kebengkokan” kabar tersebut.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975
menegaskan bahwa tanah-tanah kelebihan maksimum
sejak dikeluarkannya peraturan ini, baik yang sudah ma-
suk daftar dan sudah dibagikan atau belum harus disele-
saikan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Terkait
tanah kelebihan maksimum yang belum terdaftar dan
belum dikuasai oleh pemerintah sesuai peraturan, kepada
pihak yang menguasainya diberikan kelonggaran yang
disertai sanksi dengan mewajibkan untuk mengakhiri
penguasaan tanah kebihan maksimum setelah terlebih
dahulu melaporkan kepada pejabat yang berwenang
dengan cara memindahkan baik penguasaan atau pun
hak atas tanahnya kepada pihak yang memenuhi persya-
ratan (dijual atau dihibahkan, dll). Pemilik tanah dapat
mengajukan permohonan hak atas tanah kelebihan diser-
tai permohonan suatu hak baru sesuai dengan perun-
tukannya (HGU, HP, dll). Tujuannya agar tanah tidak
berkurang produktivitasnya (Penyuluh Landreform dan
Agraria, No. 3-4, 1974). Membaca pedoman tersebut dapat
disimpulkan bahwa Dirjen Agraria sedikit “menyerah”
dengan situasi dan kondisi ekonomi dan sosial yang ada,
sehingga melonggarkan kepada para pemilik tanah kele-
185