Page 219 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 219

Politik Kelembagaan Agraria Indonesia

                          lai jalannya pembangunan  (Penyuluh  Landreform  dan
                          Agraria, No. 3-4, 1974). Poin terpenting yang terlihat dari
                          langkah awal Indonesia pasca Sukarno adalah menata tata
                          kelola pemerintahan dan dukungan produk hukum dan
                          administrasi agar pembangunan ke depan bisa berjalan.
                          Terkait itu pula sejak 1968 mulai dibuka keran-keran pe-
                          manfaatan lahan skala  luas untuk  kepentingan-kepen-
                          tingan investasi. Faktanya, untuk mendukung investasi,
                          dibutuhkan ribuan  hektar lahan untuk  pembangunan-
                          pembangunan pabrik, perumahan, gudang, dan perkan-
                          toran (Direktorat Publikasi Ditjen PPG dan Ditjen Agra-
                          ria, 1982).
                              Menurut AP. Parlindungan, dalam upaya memahami
                          Orde Baru  menjalankan  landreform  harus dilihat dari
                          setiap upaya mengubah hubungan antara manusia dengan
                          tanah, yang berorientasi pada kepentingan petani berlahan

                          kecil atau pas-pasan bahkan petani tak bertanah.  Oleh
                          karena itu  setiap usaha mengaitkan hubungan manusia
                          dengan tanah seharusnya juga dilihat sebagai kebijakan
                          yang berorientasi pada landreform, sekalipun tidak ada
                          aturannya dan bahkan berbeda dengan yang ideal seba-
                          gaimana  dijalankan  oleh  negara-negara  yang  sudah
                          menyelesaikan landreform (Parlindungan,  1989).  Pada
                          konteks ini yang dimaksud adalah proyek besar yang diga-
                          gas oleh Orde Baru yakni Transmigrasi yang telah dising-
                          gung berkali-kali  dalam GBHN  tahun 1983  (Penyuluh
                          Landreform, No. 8, Februari 1969).
                              Memang, pilihan kebijakan tersebut sudah bisa dilihat
                          sebagai tanda-tanda kesangsian akan bisa dijalankannya

                                                                             183
   214   215   216   217   218   219   220   221   222   223   224