Page 392 - Politik Kelembagaan Agraria Indonesia: Jalan Terjal Pembentukan Kelembagaan dan Kebijakan Agraria, 1955-2022
P. 392
M. Nazir Salim, Trisnanti Widi R, Diah Retno W.
sarana prasarana, dan public awareness. Untuk itu lang-
kah awal yang akan dilakukan oleh Kementerian ATR/
BPN adalah dengan melakukan sosialisasi yang menekan-
kan pada perbedaan utama antara Sertifikat dalam bentuk
blanko sertifikat dan Sertifikat-el terkait fisik, jenis infor-
masi, dan metode pengamanan.
Pada dasarnya Sertifikat-el adalah hasil dari serang-
kaian kegiatan pendaftaran secara elektronik dalam
bentuk dokumen elektronik yang sejatinya merupakan
tanda bukti hak. Sehingga apa pun bentuknya (baik dalam
bentuk dokumen elektronik maupun blanko sertif ikat)
harus tetap dapat digunakan sebagai bukti kepemilikan
hak atas tanah yang kuat dan memiliki nilai pembuktian
di pengadilan. UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE) yang telah diubah menjadi
UU No. 19 Tahun 2016 dan UU No. 11 Tahun 2020 (UU
Cipta Kerja) mengakui dokumen elektronik sebagai alat
bukti yang sah di persidangan perdata. Namun yang perlu
diingat adalah, Sertifikat-el harus memenuhi infrastruk-
tur berupa syarat formil dan syarat materil agar tidak kehi-
langan esensinya sebagai alat bukti kepemilikan hak atas
tanah yang kuat sehingga tidak dikesampingkan dalam
persidangan. Harus dipahami pula, bahwa semakin tinggi
tingkat pemahaman ilmu pengetahuan terkait informasi
teknologi, maka akan semakin mudah pelaku kejahatan
(electronic crime) mencari kelemahan-kelemahan dari
suatu sistem elektronik (Abdullah et al., 2017; Malik, 2018).
Dengan demikian, maka Kementerian ATR/BPN harus
mempersiapkan dengan matang sebelum menerbitkan
356