Page 130 - Transformasi Masyarakat Indonesia dan Historiografi Indonesia Modern
P. 130
Transformasi Masyarakat Indonesia...
dikepalai oleh controleur; district dikepai oleh wedana atau demang;
onderdistrict dikepai oleh asisten wedana atau camat; desa/wijk
dikepalai oleh lurah atau wijksmester untuk penduduk kota. 12
Stratifikasi sosial pada masa kolonial merupakan fenomena
yang sangat mencolok. Masyarakat Indonesia pada masa kolo-
nial terbagi atas tiga golongan, yaitu Golongan Orang Eropa,
Golongan Orang Asing Timur dan Golongan Orang Pribumi.
Orang Eropa ditempatkan pada pusat kekuasan, berkedudukan
tinggi, sementara Orang Asing Timur (Orang Cina) berkedu-
dukan di lapisan kedua dan Orang Pribumi berkedudukan pada
lapisan paling bawah. Pembagian golongan sosial ini sekaligus
terwujud dalam pembagian tata ruang kota, sebagaimana ter-
cermin dalam pembagian zona-zona pemukiman, beserta ruang-
ruang publiknya. Stratifikasi sosial dan tata-ruang ini sekaligus
juga terwujud dalam bentuk dan pola hubungan-sosial, politik,
kultural, yang semuanya dibatasi serta dilandasi oleh prinsip
kolonial, yaitu perbedaan ras, warna kulit, golongan, dan seg-
regasi sosial. Gambaran ini, tepat seperti yang dirumuskan oleh
L. Marcussen yang melukiskan Kota Kolonial (Colonial Town)
sebagai berikut:
“a social system, where, economic position and political rela-
tions coincided socially with race, (and which) found spatial
expression in a segregated settlement system”. 13
Secara spasial gejala segregasi sosial itu tampak mengemuka
dalam pembagian zona-zona pemukiman di kota-kota kolonial
di Indonesia. Pemukiman untuk orang-orang Eropa dipisahkan
secara spasial dari orang pribumi dan orang Asing Timur. Salah
satu unsur simbolis kota kolonial, di antaranya ialah ditandai
dengan pemberian nama atau istilah kampung bagi tempat per-
mukiman orang pribumi di wilayah kota. Dengan demikian di
12 Lihat Pauline Dublin Milone, Urban Areas in Indonesia: Administra-
tive and Census Concept (Berkeley: University of California, 1966), hlm. 15.
13 Lihat Pieter J.M. Nas and Welmoet Boender, op.cit., hlm. 4.
109