Page 143 - Transformasi Masyarakat Indonesia dan Historiografi Indonesia Modern
P. 143
Djoko Suryo
memperluas penanaman modal swasta asing di wilayah Peka-
longan dalam bentuk pembukaan perusahaan perkebunan tebu,
indigo, dan kopi. Sejak masa Tanam Wajib dan masa perkebunan
itu pula telah banyak didirikan pabrik-pabrik gula (Wono-
pringgo, Tirto, Kalimati, Sragi dan Comal), pembuatan jalan
dari kota ke pedalaman, saluran irigasi, dan bahkan pada awal
1900-an dibangun jalan kereta api dari Kota Pekalongan ke peda-
laman Wonopringgo, setelah Kota Pekalongan juga dilalui jalan
kereta api dari Semarang ke arah Cirebon. Kesemuanya ini telah
menjadi faktor pendorong dan penggerak Kota Pekalongan men-
jadi kota pelabuhan dan kota perdagangan yang cukup bekem-
bang pada abad ke-19.
Sejak itu pula tumbuh dan berkembang sentra-sentra indus-
tri kerajinan dan perdagangan, seperti industri kerajinan batik,
kerajinan perhiasan dan kerajinan lainnya, serta pasar-pasar,
pertokoan, warung-warung, tempat-tempat perdagangan lain-
nya yang menjadikan kehidupan kota makin ramai dan makmur.
Pada masa itu pula sesungguhnya telah tumbuh kaum saudagar
dan pedagang kaya, kaum pengusaha (entrepreneurship) yang ber-
hasil baik pribumi maupun orang Cina dan Arab, di samping
kaum pengusaha Barat, para pejabat Belanda yang semuanya
menjadi penghuni Kota Kolonial Pekalongan. Tidak mengheran-
kan apabila penduduk kota menjadi plural atau majemuk, demi-
kian pula tata ruang perkampungan menjadi beragam, sebagai-
mana ditunjukkan dengan adanya tempat permukiman orang-
orang Belanda, Kampung Pecinan, Kampung Arab, dan tentu
saja kampung pribumi yang mengisi ruang Kota Pekalongan.
Berakhirnya Sistem Tanam Wajib pada 1870 dan diganti dengan
sistem perkebunan, telah memperluas pembukaan penanaman
modal.
4. Menjadi Ibu Kota Kabupaten dan Karesidenan
Berakhirnya pemerintahan VOC pada 1799, daerah bekas
wilayah kekuasaan di Indonesia diambil alih oleh Pemerintah
122