Page 145 - Transformasi Masyarakat Indonesia dan Historiografi Indonesia Modern
P. 145
Djoko Suryo
longan terdiri atas Orang Eropa: 332, Jawa: 235.535, Cina: 2.434,
Melayu dan Benggali: 180, Arab: 366, dan budak: 129. Dapat
4
dikemukakan bahwa pada masa itu Kota Pekalongan mencapai
puncak perkembangan yang cukup signifikan, baik dari segi
administrasi pemerintahan, maupun dari segi ekonomi, sosial,
politik dan kultural.
5. Menjadi Kota Gemeente dan Stadsgemeente:
Pemerintahan “Kota Praja” pada Masa Desentralisasi,
1906 dan 1926-1942
Salah satu perubahan penting yang terjadi pada awal 1900-
an adalah lahirnya undang-undang tentang Desentralisasi
Pemerintahan (Decentralisatier Wet) atau Undang-Undang Oto-
nomi Daerah pada masa kolonial di Indonesia. Undang-undang
Desentralisasi yang ditetapkan pada 1903 telah dimungkinkan
pelaksanaannya pada 1905 untuk membentuk administrasi
pemerintahan kota (kolonial) yang semula dikepalai oleh asisten
residen menjadi daerah gemeenten atau “kotapraja” (municipali-
ties), dengan pemilikan tingkat otonomi yang terbatas dan dewan
legislatif Kotapraja sendiri (gemeenteraad). Dewan Kota Praja ter-
sebut dipilih atas perwakilan mayoritas orang Eropa, orang
Indonesia dan Orang Asing Timur (Cina). Kota Praja berhak
mengatur rumah tangga dan keuangan sendiri, serta mengatur
pekerjaan untuk kepentingan umum, urusan kesehatan, dan
urusan lain yang dipandang penting bagi warga kota. Kepala
pemerintahan kota gemeente adalah burgemeester, yang dipilih oleh
Dewan Kotapraja. Dengan adanya pembaharuan undang-un-
dang 1922, unit pemerintahan gemeenten di Jawa dan Madura
ditetapkan kembali menjadi stadsgemeenten (kotapraja penuh).
Tidak berbeda dengan sejumlah kota-kota lain di Jawa dan
Indonesia, Kota Pekalongan pada tanggal 1 April 1906 juga dite-
4 Tijdschrift van Nederlandsch-Indie (TNI), 1848, hlm. 109; Tijdschrift van
Nederlandsch-Indie (TNI), 1849, hlm. 265.
124