Page 183 - Transformasi Masyarakat Indonesia dan Historiografi Indonesia Modern
P. 183
Djoko Suryo
kesembilan Wali tersebut sangat tinggi, kuat dan istimewa, selain
sama-sama sebagai Wali, mereka juga terjalin dalam ikatan hu-
bungan vertikal dengan penguasa kerajaan tempat mereka ber-
peran sebagai penasehat pemerintahan, tetapi mereka sekaligus
secara horisontal terjalin dalam hubungan keluarga dan keke-
rabatan melalui perkawinan.
Peran Wali Songo sebagai penasehat Kerajaan Islam pada
waktu itu sedemikian besarnya, bahkan lebih tinggi dari Sul-
tan, misalnya Sunan Giri, sehingga segala kebijakan dan kepu-
tusan penting kerajaan harus melalui mereka. Oleh karena itu,
dapat dipahami apabila seorang penulis sejarah dari Barat,
menyebutkan bahwa Sunan Giri berkedudukan sebagai “Paus
dari Jawa”. Ini menggambarkan bahwa kedudukan golongan
penguasa agama pada masa itu ada di atas kedudukan penguasa
kerajaan, mirip seperti yang pernah terjadi dalam Sejarah Eropa
pada Abad Tengah. Tidak mengherankan apabila tradisi Jawa
menyebut masa itu sebagai Jaman Kuwalen, (Zaman Kewalian)
untuk membedakan masa sebelumnya sebagai Jaman Kabudan
(Zaman Kebuddhaan). Sebutan Jaman Kuwalen menegaskan akan
masa kaum Wali Songo memiliki otoritas dan peran yang terke-
muka dalam Sejarah Jawa.
Berbeda dari masa tersebut, pada masa Kerajaan Islam ber-
pindah dari pantai ke pedalaman, yaitu Kerajaan Islam Mataram,
posisi atas kaum penguasa agama terhadap kerajaan mengalami
kemerosotan. Kaum Ulama pada masa Kerajaan Mataram ber-
kedudukan sebagai abdi dalem kraton atau kedudukan raja ada
di atas kedudukan kaum pemuka agama.
4. Pesantren: Penerus Pusat Islamisasi dari Masa Kolonial
sampai Masa Kini
Apabila Wali Songo bersama dengan Istana kerajaan Islam
pada abad ke-15-16 menjadi pemegang peran penting dalam
proses Islamisasi pada masa itu, maka pada masa berikutnya
pesantren bersama para Ulama dan Kyai di Jawa menjadi pene-
162