Page 292 - Transformasi Masyarakat Indonesia dan Historiografi Indonesia Modern
P. 292

Transformasi Masyarakat Indonesia...

               atau di suatu wilayah tertentu, termasuk di kota. Aksi gerakan
               perang gerilya semacam ini pada masa lampau dapat ditemukan
               dalam peristiwa sejarah penting seperti di Cina pada tahun 1930-
               an dan 1940-an, Indonesia pada masa Revolusi Kemerdekaan
               (1945-1949), Vietnam pada masa perjuangan melawan kekuasaan
               kolonial Perancis, perjuangan Castro di Cuba,  Gerakan Separatis
               Moro di Filipina Selatan, dan lainnya. Salah pengertian terjadi
               antara gerakan perang gerilya dan terorisme ketika gerakan
               perang gerilya melakukan aksinya di daerah perkotaan (urban
               guerrilla) di samping di daerah pedesaan.
                   Ada kesalah-pengertian tentang  motif dan sifat terorisme.
               Semula terorisme diartikan sebagai aksi perlawanan dengan
               menggunakan kekerasan dari sekelompok orang yang melaku-
               kan perlawanan terhadap kemapanan kekuasaan politik (politi-
               cal establishment) atau kemapanan bagian masyarakat tertentu.
               Selama periode 1960-an dan 1970-an, ketika muncul gerakan
               terorisme yang sebagian terbesar dilakukan oleh golongan kiri
               (left wing), maka terorisme biasanya diartikan sebagai sebuah
               bentuk gerakan perlawanan terhadap ketidakadilan. Karena itu,
               apabila pada suatu ketika keadilan politik, sosial dan ekonomi
               telah terjamin, maka terorisme cenderung menghilang. Dilihat
               dari sisi ini maka  kaum teroris biasanya terdiri dari kaum fanatis
               keadilan yang merasa putus asa terhadap kondisi  yang dianggap
               sudah tidak dapat diatasi lagi. Akan tetapi, pada tahun 1980-an
               dan 1990-an, ketika sebagian terbesar terorisme di Eropa dan
               Amerika berasal dari kaum ekstrim kanan (the extreme right) dan
               yang menjadi korban kebanyakan orang asing, golongan mino-
               ritas, atau siapa saja bisa menjadi sasaran, maka argumentasi
               tersebut ditinggaklan. Orang tidak lagi mampu menjelaskan ten-
               tang terjadinya suatu aksi pembunuhan semata-mata dari alasan
               ketidakadilan politik, sosial atau ekonomi. Timbul interpretasi
               lain yang ekstrem, misalnya, yang menganggap bahwa semua
               bentuk terorisme merupakan bentuk kebobrokan moral. Akan
               tetapi, dilihat dari perspektif sejarah anggapan tersebut tidak

                                                                        271
   287   288   289   290   291   292   293   294   295   296   297