Page 67 - Melacak Sejarah Pemikiran Agraria Indonesia Sumbangan Pemikiran Mazhab Bogor
P. 67

Ahmad Nashih Luthfi


               secara kritis (critical reinterpretation) atas narasi sejarah yang pernah
               ada, dan tidak melakukan penelitian baru (primer).
                   Kedua, mengidentifikasi dan memetakan pemikiran-pemi-
               kiran para ilmuwan “Mazhab Bogor” dan genealoginya dengan
               pemikiran terdahulu, serta membandingkan satu dengan lainnya.
               Apa saja tema-tema yang mereka geluti, adakah keragaman
               (perspektif dan pemihakan) dan mengapa, serta perjalanan
               pemikiran mereka ini berujung pada fokus tentang apa? Pela-
               cakan genealogi pemikiran ini penting untuk mengetahui kesi-
               nambungan (continuity) dan perubahannya (change).
                   Ketiga, melihat bagaimana institusionalisasi gagasan mereka
               di berbagai wilayah: kampus, LSM/CSO, lembaga pemerintah,
               dan masyarakat akar rumput. Hubungan antara gagasan (teks)
               dengan masyarakat di berbagai lapisannya, berlangsung melalui
               adanya mediasi. Hubungan itu ada dalam bentuknya yang
               beragam. Maka otoritas sebuah gagasan ditentukan tidak hanya
               melalui keterujiannya secara akademis, namun juga seberapa
               mampukah     bermetamorfosa   menjadi   kekuatan   pengubah
               (intelecutual forces) di tingkatan kebijakan dan pengorganisasian
               pergerakan di tingkat masyarakat. Bagaimanapun, sebuah ga-
               gasan bertujuan untuk mengubah realitas.
                   Keempat, pemikiran-pemikiran mereka akan dihadapkan
               pada dua konteks yang berbeda, yakni konteks pergeseran eko-
               nomi-politik Orde Lama menuju pembangunanisme Orde Baru
               dalam berbagai program modernisasi desa/pertanian, yang secara
               umum dibaca sebagai agenda liberalisasi ekonomi (terutama ta-
               hun 1986-1992). Apakah ada perspektif kritis yang mereka mun-
               culkan, dan bagaimana cara agar pemikiran-pemikiran kritis itu
               dapat dilembagakan di kampus, “lolos sensor” menjadi policy bagi
               pemerintah, dan diperjuangkan melalui swadaya masyarakat.
                   Selanjutnya, dalam konteks perkembangan ilmu-ilmu sosial,
               mengapa   dan   bagaimana   perspektif  kritis,  teorisasi,  dan
               pendekatan partisipatif mereka dikembangkan di tengah-tengah
               ilmu sosial yang didominasi oleh perspektif fungsionalisme
               struktural ala Parsonian, analisis non-Marxian, dan “applied sci-


               14
   62   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72