Page 91 - Melacak Sejarah Pemikiran Agraria Indonesia Sumbangan Pemikiran Mazhab Bogor
P. 91
Ahmad Nashih Luthfi
dikarenakan merosotnya harga produk dari Jawa di pasaran
dunia. 35
4. Cultuurstelsel dalam perdebatan
Kebijakan cultuurstelsel paling banyak mendapat minat para
sejarawan, baik sejarawan Indonesia maupun asing. Masing-
masing tidak jarang menghasilkan temuan dan kesimpulan yang
saling bertolak belakang. Perbedaan kesimpulan tersebut disebab-
kan oleh keragaman perspektif yang dipakai, beban sejarah yang
mengendap di masing-masing sejarawan, aspek apa dan lokalitas
mana yang dikaji, lapis masyarakat mana yang dianggap men-
dapat pengaruh/dampaknya, kapan studi dilakukan, dan data apa
yang digunakan. Kesimpulan pokok kajian itu secara singkat da-
pat digolongkan dalam dua kutub: di satu pihak sistem itu dinilai
negatif, di sisi lain dianggap positif. Pihak pertama menerjemah-
kan sistem itu sebagai Sistem Tanam Paksa, pihak kedua cukup
menyebut dengan Sistem Tanam.
Robert van Niel mencoba membuat pemetaan umum ten-
tang historiografi cultuurstelsel. 36 Periode pertama mencatatkan
beberapa nama. Van Soest dan van Deventer yang menulis pada
tahun 1860-an, menilai secara kritis dengan menyatakan bahwa
sistem itu berdampak negatif bagi penduduk. Pierson dan Cor-
nets de Groot mengutuk cultuurstelsel, sebagaimana van Vollen-
hoeven yang dengan cermat melihat bahwa sistem itu telah
menghancurkan sistem kepemilikan tanah. Konsep kepemilikan
individu sebelum cultuurstelsel diakui dalam masing-masing hu-
kum adat, kemudian berubah menjadi kepemilikan kolektif da-
lam bentuk pengalokasian tanah yang dikelola oleh desa (1/5
diperuntukkan tanaman ekspor). Meski dalam periode yang sa-
35 Robert van Niel, “Fungsi Sewa Tanah pada Masa Sistem Tanam Paksa di
Jawa”, dalam Robert van Niel, Sistem Tanam Paksa di Jawa (Jakarta: LP3ES,
2003), hal 4-5.
36 Lihat, Robert van Niel, “Warisan Sistem Tanam Paksa bagi Perkemba-
ngan Ekonomi Selanjutnya”, Robert van Niel, Ibid, hal. 261-265.
38