Page 193 - Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria, 2006-2007 Bunga Rampai Perdebatan
P. 193

M. Shohibuddin & M. Nazir S (Penyunting)

            sekali peraturan lain yang harus melengkapinya, baik yang
            sejajar dengan undang undang maupun peraturan lainnya
            yang lebih rendah  sebagai peraturan yang lebih rinci dan
            tehnis. Sebagaimana juga peraturan pokoknya, maka pera-
            turan pelaksanaannya dapat dipandang dari dua sisi, yakni
            dari sisi substansial (vertikal dan horizontal) ia tidak ber-
            tentangan dengan aturan lain yang lebih tinggi atau yang
            lebih rendah atau yang sejajar, secara prosedural ia me-
            menuhi prasyarat pembuatannya.
                Dari segi filsafat, yakni segi substansial berarti diterima
            oleh sebagian besar masyarakat (accepted  by majority of the
            people), karena memenuhi keinginan dan kebutuhan masya-
            rakat. Adapun dari segi prosedural, asalkan peraturan terse-
            but cara pembuatannya sudah memenuhi prosedur yang
            telah ditentukan maka syahlah peraturan tersebut sebagai
            peraturan yang mengikat tanpa melihat segi substansialnya.
                Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka per-
            soalan UUPA dan peraturan pelaksanaannya meliputi pula
            dua sisi pandang tersebut di atas. Secara substansial  isi
            atau substansi UUPA diterima oleh sebagian besar masya-
            rakat karena sangat berpihak kepada upaya peningkatan
            kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi sebaliknya justru
            peraturan pelaksanaannya yang seringkali bertentangan
            dengan UUPA, misalnya peraturan tentang pembebasan hak
            atas tanah yang sangat tidak manusiawi memberikan ganti
            rugi terhadap masyarakat, semakin menyempitnya ruang hak
            hak adat karena terdesak oleh peraturan tertentu.
                Demikian juga pemberian tanah yang luas kepada
            pengusaha di sektor perkebunan, kehutanan dan properti
            sehingga menimbulkan akumulasi penguasaan tanah; keten-

            146
   188   189   190   191   192   193   194   195   196   197   198