Page 174 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 174

162   Tri Chandra Aprianto


                Keberanian buruh perkebunan saat itu tidak bisa dipisahkan dengan
            gerakan sosial-politik yang semakin berkembang saat itu. Gerakan buruh
            perkebunan  bukan  semata-mata  dilandasi oleh  kepentingan  sosial-
            ekonomi. Mengingat  sejak  masa  perjuangan  pergerakan  kebangsaan,
            gerakan  buruh  di Indonesia  juga  sangat  lekat  dengan  ideologi dan
            perjuangan  politik. Untuk  periode  1950-an  dinamika  perburuhan  di
            area  perusahaan  perkebunan, tidak  bisa  dilepaskan  dari kekuatan




            Sar  sebuah or  buruh perkebunan y  ber  ke PKI,
                                                                        75
            secara nyata kekuatan buruh yang berhaluan nasionalis kiri ini mulai
            berperan di Jember pada tahun 1950-an awal. 76
                Bagi kalangan komunis, buruh merupakan kekuatan yang harus
            diorganisasikan  ke dalam suatu wadah organisasi yaitu organisasi
            buruh. Kalau melihat jumlah buruh perkebunan di Jember tentu saja
            organisasi yang berhaluan komunis sangat “tergiur” untuk melakukan
            pengorganisasian. Dari jumlah  buruh  perkebunan  tembakau  saja
            misalnya, untuk  per  hektarnya  membutuhkan  sekitar  1.069 orang,
            dengan  perincian  untuk  tenaga  pembibitan  dibutuhkan  92 orang,
            penanaman 697 orang, pengeringan 231 orang, reparasi gudang 30
            orang, pengolahan 5 orang dan buruh lain-lain dibutuhkan 14 orang.
            Secara keseluruhan untuk jumlah buruh yang bekerja secara tetap di
            perusahaan perkebunan LMOD saja sebanyak 30.000 orang. Jumlah

            tersebut akan mendapat tambahan dua kali lipat pada masa musim
            tembakau dengan buruh musiman (seizoensarbeiders). 77
                Sarbupri tampil membela kepentingan buruh-buruh perkebunan.
            Mereka  tidak  mendampingi buruh-buruh   untuk  berdialog dan
            bernegosiasi dengan  pihak  perusahaan, tetapi juga  melakukan
            pembelaan terhadap nasib buruh jika sedang mengalami masalah di
            berbagai perusahaan perkebunan. Sarbupri tampil menjadi pembela


            75  Soegiri DS dan  Edi Cahyono, Gerakan Serikat Buruh, Jaman Kolonial
                                            (
                Hindia Belanda Hingga Orde BaruJakarta: Hasta Mitra, 2003), hlm. 140.
            76  Wawancara dengan Jacob Vredenbergt, 18 September 2004.
            77  Surabaja Post, 4 Februari 1958, hlm. 2.
   169   170   171   172   173   174   175   176   177   178   179