Page 171 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 171
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 159
Pada dasarnya mayoritas perkebunan sudah mulai digarap
oleh penguasa agraria perkebunan k Curah Wang
sebagai satu contoh, sejak tahun 1945 telah diduduki dan digarap
oleh massa rakyat tani guna memenuhi kebutuhan subsistensinya,
maka sejak tahun 1956 mulai digarap kembali oleh pihak perusahaan
perkebunan, salah satunya LMOD. Selain itu ada pula beberapa
perkebunan yang sejak penyerahan kedaulatan (1949) diambil alih
kembali oleh sejumlah perusahaan perkebunan yang mempunyai
kantor direksinya di Nederland, Belanda. Adapun perusahaan
perkebunan tersebut antara lain seperti terletak di daerah Gunung
Majang, Glantangan, Kali Bajing, Pasewaran, Mangli, Penataran, dan
68
lain sebagainya. Sejak adanya penguasaan kembali oleh perusahaan
perkebunan asing tersebut sering kali terjadi konlik dengan massa
rakyat tani setempat.
Menariknya berbagai upaya dari masyarakat perkebunan
tersebut mendapat dukungan dari berbagai organasi sosial-politik.
Periode ini perjuangan masyarakat perkebunan sudah beririsan
dengan kekuatan organisasi sosial politik. Tidak jarang dalam proses
perjuangan ini sudah memiliki bobot politik dan pemahaman akan
hak sebagai warga negara. Tutuntan massa rakyat tani di perkebunan
Sukorejo pada tahun 1950 yang mendesak Pemerintah Provinsi
Jawa Timur segera menerbitkan hak atas tanah y t
diduduki dan digarap oleh massa rakyat tani dalam bentuk tanah
yasan Begitu juga dalam Rapat Anggota B Wono
(J pada 1 September 19 y oleh w
Sar Wono Kotta Blater telah diputuskan
membikin resolusi kepada pemerintah yang isinya: mempertahankan
tanah-tanah yang telah digarap oleh massa rakyat tani. Resolusi ini
disampaikan karena ada niat dari pemerintah untuk mengembalikan
tanah-tanah bekas persil karet onderneming Kotta Blater, seluas 35
68 Wawancara dengan Jacob Vredenbergt 18 September 2004.