Page 168 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 168
156 Tri Chandra Aprianto
Pemerintah Daerah Jawa Timur menghadapi tiga tuntutan sekaligus.
Pertama-tama menghadapi tuntutan dari masyarakat perkebunan
yang mendapat dukungan dari kekuatan politik guna lebih
mendorong adanya perubahan struktur agraria kolonial menjadi
nasional. Kedua, menghadapi tuntutan dari para laskar rakyat
untuk diupayakan penyelesaiannya dengan jalan kebijaksanaan atas
tanah-tanah perkebunan yang telah diduduki. Ketiga, menghadapai
terbatasnya waktu guna pengembalian lahan-lahan perkebunan
tersebut, sehingga proses pengembalian semakin rumit. Terlebih lagi
adanya permainan para ondernemer yang tidak segera memberikan
ketentuan uang kerugian yang harus dibayar oleh pemerintah, tentu
saja semakin menambah kesulitan yang dihadapi oleh pemerintah.
Sementara itu, bagi para pengusaha perkebunan periode ini
merupakan suatu petanda bagi lahirnya ketidakpastian yang secara
tiba-tiba bisa melumpuhkan mereka. Tanda-tanda bahwa perubahan
radikal benar-benar akan terjadi dan tidak dapat mereka elakkan.
Kedatangan pejabat baru wilayah y kaya akan perk
segera mengalihkan jawab urusan agraria kepada
tentu akan menurunkan kewibawaan para pejabat agr
yang selama ini mendukung keberadaan perusahaan perkebunan
di Jember. Lebih tidak mengenakkan lagi adalah perubahan yang
tiba-tiba akan terjadi yang berasal dari adanya kekusutan yang pada
dasarnya bersifat ekonomis menjadi persoalan politik, karena RI
melihat persoalan tersebut dari segi kolonialisme dan eksploitasi
64
asing. Bahkan bagi para pengusaha perkebunan sangat sulit untuk
menduga apakah atau kapan kaum republik tidak akan mengakui
lagi perjanjian yang menjamin masa depan perkebunan yang sudah
demikian menyatu dengan pemerintahan Hindia Belanda.
Hal itu bisa dilihat pada situasi lapangan, dimana masyarakat
perkebunan tetap berusaha mempertahankan dengan cara
64 Karl J. Pelzer, Sengketa Agraria: Pengusaha Perkebunan Melawan Petani
(Jakarta: Sinar Harapan, 1991), hlm. 40.