Page 163 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 163
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 151
Pada dasarnya, istilah mengembalikan suasana seperti sebelum
perang artinya kembali pada struktur agraria kolonial. Para
pemilik erfpacht ingin menghadirkan kembali struktur ekonomi,
sosial dan kota berada dalam kuasa agraria kolonial. Masyarakat
mulai menghadapi pembagian struktur masyarakat lagi. Terjadi
perbedaan pelayanan antara kelompok penduduk yang dulu dikenal
sebagai Hindia Belanda. 52 Fasilitas olah raga seperti pemandian,
tenis lapangan dan tenis meja cuma boleh dinikmati oleh keluarga
employe, termasuk disediakan pula kendaraan untuk buat rekreasi.
Rumah Sakit milik perkebunan juga disediakan untuk orang-orang
Belanda, sementara untuk buruh perkebunan disediakan klinik yang
ada di perkebunan. Hingga fasilitas hiburan seperti pemutaran ilm
53
yang bisa diputar di societeit gebouw pun ada pembedaan antara
kalangan Belanda dan masyarakat perkebunan. 54
Situasi seperti ini pada dasarnya bersumber pada ketidakadilan
agraria dimana masyarakat perkebunan hanya menjadi bagian
penopang dari struktur di atasnya. 55 Para pengusaha tinggal
bangunan y sangat mewah pintu masuk
perkebunan, yang dilengkapi berbagai fasilitas yang sangat memadai,
sementara buruh perkebunan tinggal di rumah petak. Struktur
bangunan perusahaan perkebunan tersebut pada akhirnya mampu
52 Bandingkan dengan Elien Utrecht, Kenangan tentang Indonesia
J
Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan; Melintasi Dua Jamanakarta:
(
Komunitas Bambu, 2006), hlm. 32.
53 Gedung ini sekarang menjadi Lembaga Pengabdian Masyarakat
Universitas Jember di Jl. Veteran No. 3 Jember.
54 Pipit Rochiyat, Am I PKI or non-PKI, dalam Indonesia, No. 40 (Oktober),
1985, hlm. 37-52.
55 Padahal pada tahun 1948, pemerintah Republik Indonesia telah
membentuk satu embrio kepanitiaan yang akan menentukan kebijakan
politik agraria nasional kedepan. Panitia berdasar atas Penetapan
Presiden No. 16 tahun 1948 yang kemudian dikenal dengan Panitia
Agraria Yogyakarta (PAY) yang berencana merombak kebijakan politik
agraria kolonial. Singgih Praptodihardjo, Sendi-sendi Hukum Tanah di
Indonesia (Jakarta: Yayasan Pembangunan, 1953), hlm. 98.