Page 237 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 237
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 225
setelah kegagalan perundingan masalah Irian Barat.
Sementara itu perdebatan guna merumuskan orientasi
pembangunan nasional tidak kunjung usai karena persoalan
pandangan politik yang tajam di parlemen. Padahal dalam konteks
nasionalisasi itu sendiri sejak tahun 1950 dalam penyataan yang
menentukan mengenai kebijakan ekonomi luar negeri, pada bulan
Februari 1950 Presiden Soekarno menyarakan bahwa nasionalisasi
merupakan soal bagi masa depan yang jauh di muka. Dan penciptaan
perekonomian nasional terlebih dahulu menuntut mobilisasi semua
sumber modal, dari dalam maupun luar negeri. 70
Dengan adanya perdebatan yang tak kunjung usai dan beberapa
alasan tersebut di atas itulah kemudian tampil kepermukaan kekuatan
militer, khususnya Angkatan Darat “memanfaatkan” situasi tersebut.
Atas dasar logika politiknya sendiri, kekuatan politik ini mendukung
tindakan proses pengambilalihan dalam rangka keterlibatan
ek mana kalangan Angkatan Darat sejak aw terlibat
sektor-sektor ekonomi terbatas. Namun dengan berlakunya Staat
van Oorlog en Beleg (SOB) atau Keadaan Darurat Perang dijadikan
legitimasi guna keikutsertaan dalam proses ekonomi yang lebih luas.
Pada akhirnya mampu menempatkan kekuatan tersebut ke suatu
posisi di mana mereka memiliki kekuasaan yang besar dalam proses
nasionalisasi, sebagaimana telah digambarkan di atas.
D. Pasca Nasionalisasi
Sebelum proses pengambilalihan berlangsung sebagian orang
Belanda pemegang posisi penting pada perusahaan perkebunan telah
ada yang meninggalkan Indonesia. Setidaknya hal itu dikarenakan
konsep dasar dari pembangunan perusahaan perkebunan partikelir
70 John Orval Sutter. ‘Indonesianisasi: Politics in Changing in Economy,
1945-1955’, Southeast Asia Program Data Paper No. 36, (Ithaca N.Y:
Cornell University, 1959), hlm. 1107-8.