Page 233 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 233

Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan  221


              tahun berikutnya yang menjadi salah satu pemicu ketegangan antara
              kekuatan komunis dan militer di Indonesia.
                  Dengan demikian, kehadiran militer pada proses pengambilalihan
              perusahaan  perkebunan   melahirkan  fungsi baru  yaitu  fungsi
                                        62
              ekonomi politik bagi militer.  Pada tahun-tahun berikutnya, karena
              menguasai managemen   dan  administrasi perkebunan, militer  juga
              mulai tampil sebagai kekuatan birokrasi politik yang paling tangguh
                          63
              di Indonesia.  Setidaknya ada tiga fungsi yang kemudian dijalankan
              oleh  kalangan  militer: (i) mengkontrol perusahaan  perkebunan
              yang telah berhasil dikuasai negara; (ii) secara otomatis ini menjadi
              penghalang bagi masyarakat  perkebunan  yang sebelumnya  telah
              mengupayakan   penataan  ulang sumber-sumber  agraria; dan  (iii)
              mengkontrol radikalilasi gerakan  buruh  perkebunan. Kehadiran
              elite-elite  tentara  dalam  manejerial perusahaan  perkebunan
              merupakan kelas sosial baru, dimana sebelumnya tidak ada. 64



              C. Nasionalisasi dan Ketidaksiapan
                  Ketika hasil “perang diplomasi” yang berujung pada Konferensi
              Meja  Bundar  (KMB) membuat     pemerintah  yang baru   harus
              menerima kenyataan kembalinya berbagai perusahaan perkebunan

              partikelir ke tangan asing, khususnya perusahaan perkebunan besar
              guna beroperasi kembali. Atas dasar tersebut, terdapatlah berbagai
              upaya  agar  kembalinya  berbagai perusahaan  perkebunan  tersebut
              tidak  menggusur  massa  rakyat  tani yang sudah  menduduki dan
              menggarap  sebagian  tanah  perkebunan  tersebut. Apalagi sejak
              pendudukan fasisme Jepang, rakyat sudah terbiasa menggarap lahan



              62  Atau  militer  sebagai kelas  sosial baru  yaitu  tentara  pengusaha. Lihat


                  Malcolm Caldw  dan Ernst Utr  Indonesia: An Alternative History

                  (Sydney: Alternative Publishing Coorperative, 1979), hlm. 124.
              63  Richard Robison, Soeharto & Bangkitnya, hlm. 76.
              64  Malcolm Caldwell dan Ernst Utrecht, Indonesia: An Alternative History
                  (Sydney: Alternative Publishing Coorporative, 1979), hlm.124.
   228   229   230   231   232   233   234   235   236   237   238