Page 241 - Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan: Partisipasi Politik, Klaim dan Konflik Agraria
P. 241
Perjuangan Landreform Masyarakat Perkebunan 229
PBE telah mempraktekkan: (1) kebijaksanaan proteksi; (2) perlakuan
diskriminatif terhadap ekspor Indonesia dibanding dengan negara-
negara Afrika berasosiasi; (3) tarif bea masuk bersama Common
External Tarif (CET); (4) memberi bantuan tehnik dan keuangan
kepada negara-negara Afrika Berasosiasi.
Salah satu faktor penghalang bagi ekspor tembakau Indonesia
pasca pengambilalihan adalah PBE dan CET. Kebijakan ini diterapkan
hanya untuk negara anggota dan negara yang berasosiasi, sehingga
barang-barang dari luar akan sulit dapat menembus dan bersaing.
Hal ini sangat terasa pengaruhnya terhadap rangkaian kebijaksanaan
ekspor tembakau Indonesia. 77 Apalagi tembakau cerutu hanya
mempuny saham k dalam pasaran int W
jenis tembakau Deli sangat terkenal sebagai pembalut cerutu dan
hargany Sedangkan untuk tembakau Jawa (vorstenlanden)
sangat bermutu, khususnya untuk pembungkus dan isi cerutu.
Ditambah lagi, sejak abad XIX cerutu cukup kuat mendapat
tempat di pasaran Eropa Barat, khususnya di Belanda (Rotterdam
dan Amsterdam). Kedua tempat tersebut merupakan pasar potensial
bagi tembakau Indonesia hingga pengambilalihan. Pada dasarnya
hingga tahun 19 hampir perkebunan di
mengalir ke Eropa. Dari produksinya dua komoditi yang memiliki
nilai terbesar, yaitu tembakau dengan rata-rata penjualan lebih
kurang 200 juta gulden per tahun, dan teh yang harga jualnya
78
mencapai kurang lebih 65 juta gulden per tahun. bawah
merupakan tabel harga rata-rata tembakau yang beredar di dua
daerah tersebut mulai tahun 1954-1958.
77 Moh. Ambijah Hadiwinoto, ‘Kedudukan Tembakau Indonesia di
Pasaran Luar Negeri’, dalam Tembakau, Tahun I, No. 4, (1962), hlm.174.
78 Warta Niaga dan Perusahaan, No. 9 th. 1, 13 Desember 1958.